PajakOnline.com—Tindak lanjut dari pemeriksaan bukti permulaan yakni proses penyidikan. Berdasarkan Pasal 1 angka 31 UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti. Proses penyidikan ini bertujuan untuk menemukan bukti dan tersangka yang melakukan tindak pidana dalam bidang perpajakan.

Proses pelaksanaan penyidikan tercantum dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak (DJP) Nomor SE-06/PJ/2014 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan. Proses penyidikan pajak terdiri dari tujuh tahapan, yakni antara lain:

1. Persiapan penyidikan
Pada tahap ini dilakukan penerbitan Surat Perintah Penyidikan (SPRINDIK) dan penerbitan Surat Pemberitahuan dimulainya Penyidikan (SPDP).
2. Penindakan dan pencegahan
Selanjutnya dalam tahap penindakan dan pencegahan dilakukan beberapa kegiatan yaitu pemanggilan tersangka, sanksi dan/atau ahli, penangkapan dan/atau penahanan, penggeledahan dan penyitaan.
3. Pengolahan barang bukti
Di tahap ini penyidik melakukan pengelompokan, penyortiran, penyimpanan hingga pengembalian barang bukti.
4. Pemeriksaan tersangka dan saksi
Pemeriksaan tersangka dan saksi adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mendapatkan keterangan, kejelasan, dan kecocokan tersangka dan/atau saksi dan/atau barang bukti maupun tentang unsur-unsur tindak pidana di bidang perpajakan yang telah terjadi, sehingga kedudukan atau peranan seseorang, Barang Bukti, maupun unsur-unsur tindak pidana di bidang perpajakan menjadi jelas.
5. Laporan kemajuan pelaksanaan penyidikan
Penyidik membuat laporan kemajuan yang dilakukan secara periodik satu bulan sekali. Laporan kemajuan juga dapat disusun ketika ada tindakan tertentu sebagai dasar pelaksanaan gelar perkara.
6. Pemberkasan
Terakhir, penyidik menyerahkan Berkas Perkara, Tanggung Jawab Tersangka dan Barang Bukti kepada Jaksa/Penuntut Umum, melalui Penyidik POLRI sesuai ketentuan yang berlaku.

Namun, terdapat kondisi yang akan membuat penyidikan tersebut berhenti. Penghentian penyidikan diatur dalam Pasal 44A UU KUP. Beberapa faktor penyebab dihentikannya penyidikan yaitu seperti tidak terdapat cukup bukti, atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana di bidang perpajakan, penyidikan dihentikan karena peristiwanya telah daluwarsa, atau tersangka meninggal dunia.

Selain itu, dalam Pasal 44B UU KUP disebutkan bahwa penyidikan dapat dihentikan atas permintaan Menteri Keuangan untuk kepentingan penerimaan negara. Penyidikan dapat dihentikan setelah Wajib Pajak atau tersangka melunasi kerugian negara beserta sanksi denda sesuai dengan tindak pidana yang dilakukan. Jumlah sanksi yang harus dibayar yakni sebagai berikut:
– 1x jumlah kerugian sebagaimana dimaksud pada Pasal 38 UU KUP
– 3x jumlah kerugian sebagaimana dimaksud pada Pasal 39 UU KUP
– 4x jumlah pada faktur pajak/bukti pemungutan pajak lainnya sebagaimana dimaksud pada Pasal 39A UU KUP. (Azzahra Choirrun Nissa)

 

 

Sumber : https://www.pajakonline.com/alur-penyidikan-dalam-bidang-perpajakan/#google_vignette