PajakOnline.com—Joint Operation (JO) atau Kerja Sama Operasi (KSO) merupakan perkumpulan dua perusahaan atau lebih untuk menyelesaikan suatu proyek. Penggabungan beberapa badan ini sifatnya adalah temporal atau sementara hingga suatu proyek diselesaikan.

Selain itu, JO atau KSO sering disebut dengan konsorsium. Suatu perusahaan juga bisa membentuk JO dengan perusahaan lain untuk memperluas target pasar atau wilayah usaha sebagai langkah awal melakukan ekspansi.

Pada pasal angka 9 peraturan dirjen pajak nomor PER-04/PJ/2020 disebutkan bahwa “Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan … termasuk kontrak investasi kolektif, bentuk usaha tetap, kerja sama operasi (joint operation), …”.

Kemudian, Pada pasal 1 angka 13 peraturan tersebut dirumuskan definisi JO, yakni “Pengaturan bersama antar para pihak yang mengatur bahwa para pihak yang disebut operator bersama memiliki pengendalian bersama atau memiliki hak atas aset, dan kewajiban terhadap liabilitas, yang melakukan penyerahan dan/atau memperoleh barang dan/atau jasa atas nama KSO atau JO.”

Sementara itu, JO terbagi menjadi dua jenis, yaitu administrative JO dan non-administrative JO. Berikut penjelasannya:

– Administrative JO merupakan bentuk kerja sama dimana kontrak pekerjaan dari pemberi kerja ditandatangani atas nama JO dan segala hal berupa pembagian modal, pengadaan peralatan dan tenaga kerja, dan sebagainya dibuat dalam sebuah JO agreement. Pada kasus ini JO seolah menjadi entitas tersendiri terpisah dari para anggotanya.

– Non-administrative JO adalah bentuk kerja sama dimana kontrak dengan pemberi kerja dibuat atas nama masing – masing anggota JO. Pada jenis ini, JO hanya berperan sebagai alat koordinasi.

Adapun kewajiban perpajakan JO, antara lain:

– Untuk administrative JO, dianggap sebagai entitas tersendiri, diwajibkan untuk memiliki NPWP sendiri, melakukan pembukuan sesuai pasal 28 UU KUP, hingga membayar PPh Badan. NPWP ini digunakan untuk keperluan pemungutan dan pemotongan PPh pasal 21, Pasal 23/26, PPh pasal 4 ayat (2), dan lain lain.

– Untuk non-administrative JO tidak diwajibkan memiliki NPWP dan melaksanakan pembukuan karena pendapatan dan biaya proyek dilakukan oleh masing – masing anggota. Masing – masing anggota tetap memiliki kewajiban perpajakannya sendiri.

Selanjutnya, kewajiban perpajakan atas JO yang diwajibkan memiliki NPWP yang diatur pada pasal 6 PER-04/PJ/2020 diantaranya adalah:

1. Kewajiban pembayaran PPh Badan atas nama KSO/JO sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan di bidang PPh.

2. Kewajiban pemotongan atau pemungutan PPh sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan di bidang pemotongan atau pemungutan PPh.

3. Kewajiban pemungutan PPN, apabila KSO/JO melakukan penyerahan BKP atau JKP atas nama KSO/JO sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan di bidang PPN.

Mengenai kewajiban PPN, apabila KSO/JO merupakan JO yang diwajibkan memiliki NPWP dan ia melakukan transaksi atau proyek penyerahan BKP dan/atau JKP, maka ia diwajibkan untuk dikukuhkan sebagai PKP dan wajib menerbitkan faktur pajak atas penyerahan tersebut.

Kemudian mengenai bukti potong PPh 23 atau PPh 4 ayat (2) atas penghasilan yang diterima KSO, harus diberikan untuk masing – masing anggota JO, bukan atas nama JO. Jika pemotong telah membuat bukti potong tetapi belum dilaporkan di SPT masa, maka dapat dimintakan pembetulan bukti potong kepada pemotong. Sesuai dengan surat edaran Dirjen Pajak nomor SE-44/PJ/1994, apabila pemotong salah membuat bukti potong atas nama JO dan telah dilaporkan di SPT masa, maka JO dapat mengajukan permohonan pemecahan bukti potong PPh.

Berikut langkah – langkah pemecahan bukti potong PPh:

1) JO mengajukan permohonan pemecahan bukti potong ke KPP tempat JO terdaftar, dilampiri dengan fotocopy dokumen pendirian JO.

2) KPP akan melakukan konfirmasi kepada KPP tempat pemotong PPh terdaftar.

3) KPP tempat JO terdaftar akan menerbitkan Surat Keterangan Penghentian Pembayaran (SKKPP) PPh pasal 23 atau 4 ayat (2) apabila telah terkonfirmasi benar.

4) Atas dasar SKKPP, KPP tempat JO terdaftar melakukan pemindahbukuan dari PPh pasal 23 atau PPh pasal 4 ayat (2) ke Pusat Logistik Berikat (PLB), kemudian dari PLB ke PPh pasal 25 masing – masing anggota JO sebesar porsinya. PPh pasal 25 ini dapat dikreditkan oleh masing – masing anggota JO pada SPT Tahunan PPh Badan.

5) KPP akan mengirimkan bukti pemindahbukuan ke masing – masing anggota JO.(Kelly Pabelasary

 

Sumber : https://www.pajakonline.com/perpajakan-joint-operation/