Membayar pajak adalah kewajiban yang harus dipenuhi oleh wajib pajak. Selain itu, para wajib pajak juga harus memahami berbagai aspek dan ketentuan pajak yang berlaku. Salah satu hal yang banyak diperbincangkan di bidang akademik ataupun industri kreatif adalah penerapan pajak royalti. Lalu, seperti apa penerapannya di Indonesia dan cara perhitungan berdasarkan tarif yang sudah ditetapkan oleh pemerintah? Simak artikel ini lebih lanjut, ya!
Sekilas Mengenai Royalti
Sebelum membahas mengenai penerapan pajak royalti, apa Anda sudah mengerti yang disebut dengan royalti? Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, royalti merupakan uang jasa yang dibayarkan oleh orang atas barang yang diproduksi kepada orang yang mempunyai hak paten atas barang tersebut.
Sedangkan dalam Pasal 4 ayat 1 huruf h Undang-Undang Pajak Penghasilan, royalti merupakan suatu jumlah yang dibayar atau terutang dengan cara atau perhitungan apa pun yang dilakukan secara berkala maupun tidak sebagai imbalan terhadap beberapa hal, seperti:
- Bidang kesenian, karya ilmiah, paten, desain, model rencana, kesusastraan, merek dagang atau kekayaan intelektual lainnya.
- Pemberian dan penggunaan pengetahuan atas informasi di bidang ilmiah, komersial, atau teknikal industrial.
- Pemberian bantuan tambahan atau pelengkap sehubungan dengan hak menggunakan (penggunaan) menerima rekaman.
- Gambar/rekaman suara yang disalurkan kepada masyarakat melalui satelit, kabel, serat optik atau teknologi yang serupa.
- Penggunaan sebagian atau seluruh spektrum radio komunikasi serta penggunaan film gambar hidup atau pita video untuk siaran televisi dan pita suara untuk siaran radio.
Tarif Pajak Royalti
Sebagai wajib pajak yang baik, saat Anda bersinggungan dengan beberapa bentuk karya intelektual yang sudah disebutkan di atas, Anda wajib untuk membayar pajak royalti. Berapa tarif yang dikenakan atas pajak jenis ini?
Jika ditarik benang merah, pajak royalti termasuk elemen yang terdapat dalam PPh 23. Berdasarkan PMK No.141/PMK.03/2015 tarif pajak PPh 23 dikenakan atas nilai Dasar Pengenaan Pajak atau jumlah bruto dari penghasilan sebesar 15% dari penghasilan bruto dan bersifat tidak final.
Royalti yang dimaksud dalam pasal ini merupakan jenis royalti terhadap subjek pajak dalam negeri, baik subjek pajak orang pribadi maupun subjek pajak badan usaha, termasuk yang dikenakan pada Badan Usaha Tetap (BUT).
Jika penerima royalti tidak mempunyai NPWP, tarifnya dinaikkan menjadi 30% atau 100% dari tarif yang ditetapkan Pasal 23 ayat 1a Undang-undang Pajak Penghasilan. Dalam kondisi ini yang menjadi Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah bruto royalti yang terutang atau kita bayarkan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun.
Baca Lebih Lanjut : e-Billing Pajak: Cara Mudah Buat ID Billing di OnlinePajak
Dalam pemotongan pajak jenis ini terdapat pengecualian yang terdapat pada Pasal 23 ayat 4a Undang-Undang Pajak Penghasilan yaitu pemotongan pajak kepada pihak bank sebagai subjek pajak dalam negeri.
Contoh Kasus Penerapan Pajak Terhadap Royalti
Sebagai contoh, Yovie Widianto merupakan seorang musisi yang memiliki hak intelektual atas karyanya yang berjudul Mantan Terindah. Atas penjualan rekaman lagunya yang dibawakan oleh Kahitna dan Raisa, Yovie memperoleh royalti pada bulan Januari 2020 sebesar Rp400.000.000. Maka pajak royalti atas pendapatan di atas sebesar:
15% x Rp400.000.000 = Rp60.000.000
Siapa pihak yang memotong pajak atas karya Yovie?
Pihak manajemen, label musik, dan lainnya. Saat terutang pajak terhadap royalti adalah pada saat yang ditentukan dalam kontrak.
Kode akun pajak untuk pajak ini adalah 411124 dan Kode Jenis Setorannya 103
Sumber : https://www.online-pajak.com/tips-bukti-potong/pajak-royalti