Oleh: Maya Alfiandari, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Sebuah artikel yang tayang pada koran lokal memberitakan bahwa pedagang emas berharap aturan pajak baru tentang emas berdampak.

Hal ini menggelitik Tim Penyuluh Pajak untuk segera memberikan sosialisasi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 48 Tahun 2023 tentang Pajak Penghasilan dan/atau Pajak Pertambahan Nilai atas Penjualan/Penyerahan Emas Perhiasan, Emas Batangan, Perhiasan yang Bahan Seluruhnya bukan dari Emas, Batu Permata dan/atau Batu Lainnya yang Sejenis, serta Jasa yang Terkait dengan Emas Perhiasan, Emas Batangan, Perhiasan yang Bahan Seluruhnya Bukan dari Emas, dan/atau Batu Permata dan/atau Batu Lainnya yang Sejenis, yang Dilakukan oleh Pabrikan Emas Perhiasan, Pedagang Emas Perhiasan, dan/atau Pengusaha Emas Batangan. Kanwil DJP Jawa Tengah II beserta seluruh kantor pajak di bawahnya menyelenggarakan sosialisasi kepada seluruh pedagang emas dan perhiasan nonemas pada Senin (22/5).

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Dwi Astuti mengungkapkan bahwa PMK-48/2023 memberi keadilan kepada para pelaku usaha emas perhiasan. Sebelumnya, pengaturan pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) hanya dikenakan kepada pedagang emas perhiasan yang semata-mata menjual emas perhiasan. Definisi pedagang emas perhiasan kemudian diperluas menjadi pengusaha yang melakukan kegiatan jual beli emas perhiasan dan/atau penyerahan jasa yang terkait dengan emas perhiasan, sehingga tidak membatasi ruang lingkup usaha pedagang emas.

Perluasan definisi ini menciptakan level playing field karena semua pelaku usaha, khususnya pedagang emas berkewajiban menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP). “Penurunan tarif dimaksudkan sebagai alat untuk mendorong semua pelaku usaha industri emas perhiasan masuk dalam sistem sehingga tercipta level playing field di semua lapisan ekosistem industri emas perhiasan,” ujar Dwi dalam keterangan resminya, Senin (1/5).

Dari sisi Pajak Penghasilan (PPh), aspek keadilan tecermin dari perluasan penunjukan pemungut PPh Pasal 22 menjadi Wajib Pajak Badan dan Orang Pribadi. Sebelumnya, pemungut pajak hanya Wajib Pajak Badan padahal banyak pelaku usaha emas perhiasan merupakan Wajib Pajak Orang Pribadi.

Aspek kepastian hukum terkait pengenaan PPN tercermin dalam besaran tertentu yang pajak masukannya tidak dapat dikreditkan. Sebelum berlakunya PMK ini, aturan pengenaan PPN dalam PMK 30/PMK.03/2014 menggunakan Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Nilai Lain yang pajak masukannya tidak dapat dikreditkan. Sedangkan dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) mengatur bahwa pajak masukan atas penyerahan yang pengenaan PPN-nya menggunakan DPP Nilai lain dapat dikreditkan.

Aspek kemudahan dan kesederhanaan dari sisi PPN terlihat dalam penerapan DPP besaran tertentu. Pedagang emas perhiasan tidak terbebani dengan pengadministrasian pajak masukan. Barang-barang lain yang biasa dijual di toko emas perhiasan namun tidak terbuat dari emas diberikan perlakuan pengenaan PPN yang sama. Pedagang emas perhiasan tidak perlu memilah dan memakai aturan pajak yang berbeda untuk setiap barang yang dijual.

Tarif PPN besaran tertentu sebesar 0% dari harga jual diberikan khusus untuk penyerahan oleh PKP Pedagang Emas Perhiasan kepada Pabrikan Emas Perhiasan. Tarif PPN ini mengalami penurunan karena sebelumnya atas kegiatan tersebut terutang PPN sebesar 10% dikali DPP berupa nilai lain sebesar 20% dari harga jual atau penggantian.

Beleid ini mengatur Pengusaha Kena Pajak (PKP) pedagang emas yang tidak memiliki faktur pajak lengkap atas perolehan emas yang dilakukan penyerahan ke konsumen akhir harus memungut PPN sebesar 1,65%. Namun apabila PKP pedagang emas tersebut memiliki faktur pajak lengkap, PPN yang dipungut hanya sebesar 1,1%.

Aspek kemudahan dan kesederhanaan dari sisi PPh terlihat dari beban administrasi dan beban kepatuhan pajak (compliance cost) yang dapat diturunkan oleh pedagang emas perhiasan karena atas penjualan emas perhiasan ke konsumen akhir tidak lagi dipungut PPh Pasal 22. PPh Pasal 22 yang dipungut sebesar 0,25% dari harga jual emas perhiasan dan/ atau harga jual emas batangan. PPh Pasal 22 tersebut bersifat tidak final dan dapat diperhitungkan sebagai pembayaran PPh tahun berjalan. Ada penurunan tarif PPh Pasal 22 atas penjualan emas batangan sebesar 0,2% dari tarif sebelumnya sebesar 0,45% dari harga jual.

PMK Nomor 48 Tahun 2023 merupakan aturan turunan UU HPP dan mulai berlaku sejak 1 Mei 2023. Dalam PMK ini, Menteri Keuangan menunjuk pihak lain untuk melakukan pemungutan, penyetoran, dan/atau pelaporan PPh atas penjualan emas perhiasan dan emas batangan.

Pihak lain yang dimaksud merupakan Pengusaha Emas Perhiasan dan/atau Pengusaha emas batangan, sebagai subjek pajak dalam negeri yang terlibat langsung dalam transaksi yang meliputi pengusaha Pabrikan Emas Perhiasan dan Pedagang Emas Perhiasan.

Definisi emas perhiasan adalah perhiasan dalam bentuk apa pun yang bahannya sebagian atau seluruhnya dari emas, termasuk yang dilengkapi dengan batu permata dan/atau bahan lain yang melekat atau terkandung dalam emas perhiasan dimaksud.

Sedangkan definisi Pabrikan Emas Perhiasan adalah pengusaha yang menghasilkan emas perhiasan dan melakukan kegiatan jual beli mas perhiasan dan/atau penyerahan jasa yang terkait dengan emas perhiasan. Konsumen akhir yaitu pembeli barang dan/atau penerima jasa yang mengonsumsi secara langsung barang dan/atau jasa yang dibeli atau diterima dan tidak menggunakan atau memanfaatkan barang dan/atau jasa yang dibeli atau diterima dimaksud untuk kegiatan usaha.

Satu hal yang sering kali terlewat dari perhatian kita yaitu definisi emas batangan. Definisi emas batangan tercantum dalam penjelasan Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2022, yaitu emas yang berbentuk batangan dengan kadar emas paling rendah sebesar 99,99%  yang dibuktikan dengan sertifikat, termasuk emas batangan yang catatan kepemilikan emasnya dilakukan secara digital (elektronis). Sehingga atas penyerahan emas batangan sesuai definisi di atas mendapat fasilitas PPN Tidak Dipungut.

*)Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.

 

Sumber : https://pajak.go.id/id/artikel/emas-dan-aturan-perpajakan-terbaru