PajakOnline.com—Wajib pajak (WP) badan yang memperoleh fasilitas pajak penghasilan (PPh) terkait dengan penyelenggaraan kawasan ekonomi khusus (KEK) tidak dapat menggunakan PPh final UMKM 0,5%.
Ketentuan ini diatur dalam Pasal 57 PP 55/2022. Wajib pajak dalam negeri dengan peredaran bruto tertentu yang dikenai PPh bersifat final merupakan wajib pajak orang pribadi dan wajib pajak badan (berbentuk koperasi, persekutuan komanditer,firma, perseroan terbatas, atau BUMDes/BUMDesma).
“Yang menerima atau memperoleh penghasilan dengan peredaran bruto tidak
melebihi Rp4,8 miliar dalam 1 tahun pajak,” demikian kutipan isi Pasal 57 ayat (1) PP
yang mencabut PP 23/2018 tersebut.
Namun, Pasal 57 ayat (2) memerinci kriteria wajib pajak yang tidak termasuk dalam kelompok dengan peredaran bruto tertentu dan dikenai PPh final.
Pertama, wajib pajak yang memilih dikenai PPh berdasarkan pada tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh (orang pribadi) atau dikenai PPh berdasarkan pada Pasal 17 ayat (1) UU PPh dengan mempertimbangkan Pasal 31E UU PPh untuk badan.
Kedua, wajib pajak berbentuk persekutuan komanditer atau firma yang dibentuk oleh beberapa wajib pajak orang pribadi berkeahlian khusus, yang menyerahkan jasa sejenis dengan jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (4) PP 55/2022.
Jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas yang dimaksud meliputi: tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri atas pengacara akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, pejabat pembuat akta tanah, penilai, dan aktuaris; pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama, dan penari; olahragawan; penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator; pengarang, peneliti, dan penerjemah;
agen iklan; pengawas atau pengelola proyek; perantara; petugas penjaja barang dagangan;
agen asuransi; dan distributor perusahaan pemasaran berjenjang atau penjualan langsung dan
kegiatan sejenis lainnya.
Ketiga, wajib pajak badan yang memperoleh fasilitas PPh berdasarkan Pasal 31A UU PPh; PP 94/2010 beserta perubahan atau penggantinya; atau Pasal 75 dan Pasal 78 PP 40/2021 beserta perubahan atau penggantinya. Fasilitas berdasarkan PP 40/2021 sebelumnya tidak diatur pada PP 23/2018.
Sesuai dengan Pasal 75 PP 40/2021, badan usaha dan/atau pelaku usaha yang melakukan penanaman modal pada kegiatan utama dapat memperoleh pengurangan PPh badan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari kegiatan utama yang dilakukan.
Ketentuan mengenai besaran, jangka waktu, pengajuan, keputusan, pemanfaatan, larangan dan sanksi, dan kewajiban wajib pajak terkait pengurangan PPh badan itu diatur dengan peraturan menteri keuangan (PMK). Kemudian, sesuai dengan Pasal 78 PP 40/2021, badan usaha dan/atau pelaku usaha yang melakukan penanaman modal pada kegiatan utama yang tidak memperoleh pengurangan PPh badan Pasal 75 atau melakukan investasi pada kegiatan lainnya dapat memperoleh fasilitas PPh yang meliputi:
Pengurangan penghasilan neto paling tinggi 30% dari jumlah penanaman modal
yang dilakukan;
penyusutan dan amortisasi yang dipercepat; pengenaan PPh atas dividen sebesar 10%, kecuali apabila tarif menurut perjanjian perpajakan yang berlaku menetapkan lebih rendah; dan
kompensasi kerugian selama 10 tahun.
Sedangkan ketentuan mengenai pengajuan, keputusan, pemanfaatan, larangan dan
sanksi, dan kewajiban wajib pajak terkait fasilitas PPh tersebut diatur dengan PMK.
Keempat, wajib pajak bentuk usaha tetap (BUT).
sumber : https://www.pajakonline.com/wajib-pajak-badan-ini-tidak-bisa-pakai-pajak-penghasilan-final-pp-55-2022/