Penulis: Edmalia Rohmani, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Presiden Jokowi pada akhir Desember 2021 menyatakan bahwa pemerintah berkomitmen untuk menjadikan Indonesia pusat ekonomi syariah di tahun 2024 dan berupaya keras untuk mengembangkan sejumlah sektor syariah. Dilansir dari Indonesia.go.id, menurut data State Gobal Islamic Economy Report 2020/2021 Indonesia berhasil menduduki peringkat ke-4 dunia.

Global Islamic Economic Report juga memperkirakan nilai aset keuangan syariah meningkat 13,9% mencapai US$2,88 triliun pada 2019. Bahkan, di tengah kondisi pandemi 2021, keuangan syariah Indonesia tetap tumbuh positif. Indonesia juga termasuk kontributor utama penerbitan sukuk global. Sukuk negara terbukti sebagai salah satu sumber pembiayaan yang dapat diandalkan, terlihat dari data 3.447 proyek yang dibiayai melalui sukuk sepanjang periode 2013-2021.

Salah satu yang menjadi perhatian pemerintah adalah aspek perpajakan terkait penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dalam skema pembiayaan syariah. Pada akhir 2022, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 44 Tahun 2022 yang salah satunya mengatur bahwa penyerahan BKP dalam skema transaksi pembiayaan syariah tidak termasuk dalam pengertian penyerahan BKP.

Ada dua skema yang diatur dalam regulasi ini. Pertama, penyerahan BKP dalam rangka penerbitan sukuk, termasuk penyerahan Barang Kena Pajak ke dan dari perusahaan penerbit sukuk (special purpose entity). Ketika menerbitkan sukuk, emiten menerbitkan sukuk ijarah yang didasarkan pada objek ijarah sebagai underlying asset dan pada saat yang bersamaan investor menyerahkan sejumlah dana kepada emiten. Atas penerbitan sukuk tersebut, emiten mengalihkan kendaraan kepada investor dan investor menerima manfaat objek ijarah dari emiten.

Selanjutnya, emiten melakukan pembayaran berupa cicilan fee ijarah secara periodik (sesuai waktu dalam perjanjian) beserta sisa fee ijarah pada saat jatuh tempo sukuk. Sesuai kesepakatan, pada saat jatuh tempo sukuk inilah investor mengalihkan kendaraan kepada emiten.

Dalam skema tersebut, terjadi dua transaksi penyerahan kendaraan sebagai objek ijarah. Pertama, ketika emiten menyerahkan kendaraan kepada investor pada saat penerbitan sukuk. Kedua, ketika investor menyerahkan kendaraan kepada emiten pada saat jatuh tempo sukuk. Penyerahan itu tidak termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak.

Pengecualian ini berlaku sepanjang BKP tersebut pada akhirnya diserahkan kembali kepada pihak yang semula menyerahkannya. Adapun BKP yang diserahkan dalam rangka penerbitan sukuk merupakan aset sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal syariah.

Skema Kedua
Selain skema di atas, penyerahan BKP dalam skema perdagangan komoditi di bursa komoditi dengan mekanisme perdagangan melalui penjualan lanjutan di pasar komoditi syariah juga tidak termasuk dalam pengertian penyerahan. Ilustrasi perdagangan dengan penjualan lanjutan di pasar komoditi syariah akan dijelaskan dalam paragraf berikut.

Ketika seorang nasabah mengajukan pinjaman kepada bank syariah, nasabah tersebut membuat kesepakatan dengan bank syariah menggunakan akad murabahah. Murabahah adalah transaksi jual beli di mana bank menyebut jumlah keuntungannya. Bank bertindak sebagai penjual, sementara nasabah sebagai pembeli. Harga jual adalah harga beli bank dari pemasok ditambah keuntungan

Atas permohonan nasabah tersebut, dalam rangka memenuhi prinsip syariah, bank syariah membeli Crude Palm Oil (CPO) dari anggota kelompok pedagang yang terdiri dari beberapa pedagang yang merupakan peserta pedagang komoditi di pasar komoditi syariah. Salah satu anggota kelompok pedagang tersebut lalu menyerahkan CPO kepada bank syariah.

Atas penyerahan tersebut, bank syariah melakukan pembayaran sebesar nilai tertentu kepada anggota kelompok pedagang CPO. Kemudian, bank syariah menjual CPO tersebut sebesar nilai tertentu ditambah margin keuntungan kepada nasabah. Sesuai kesepakatan dalam akad murabahah, nasabah membayar secara angsuran selama periode tertentu. Selanjutnya, nasabah menjual CPO tersebut kepada anggota kelompok pedagang CPO seharga nilai tertentu (tanpa margin) sehingga CPO yang menjadi objek perdagangan komoditi berdasarkan prinsip syariah kembali kepada pihak yang sama yaitu anggota kelompok pedagang CPO.

Berdasarkan ilustrasi tersebut, terdapat beberapa transaksi penyerahan, yaitu penyerahan CPO oleh anggota kelompok pedagang CPO kepada bank syariah; penyerahan CPO dari bank syariah kepada nasabah; dan penyerahan CPO dari nasabah kepada anggota kelompok pedagang CPO. Ketiganya tidak termasuk dalam pengertian penyerahan BKP sepanjang pada akhirnya diserahkan kembali kepada pihak yang semula menyerahkannya. Apabila anggota kelompok pedagang CPO tidak mendapatkan kembali CPO dalam jumlah dan nilai yang sama maka transaksi tersebut termasuk dalam pengertian penyerahan BKP yang terutang PPN.

Dengan pengaturan ini, kegiatan pembiayaan melalui bank syariah diharapkan mampu bersaing dengan bank konvensional sehingga makin mendorong perkembangan ekonomi syariah di Indonesia. Penggunaan sukuk sebagai instrumen investasi nasabah juga diharapkan mampu bersaing dengan obligasi konvensional. Hal ini telah selaras dengan tujuan pemerintah untuk menjadikan Indonesia sebagai pusat ekonomi syariah dunia di tahun depan.
*) Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.

 

Sumber : https://pajak.go.id/id/artikel/digitalisasi-pelayanan-djp-menuju-tanpa-kertas