Oleh: Fuad Wahyudi Anthonie, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Di waktu luang sudah menjadi kegiatan rutin saya menggeser layar gawai mencari berita yang menarik untuk dibaca. Jari saya pun terhenti karena tertarik dengan berita tentang penggalangan dana yang dilakukan oleh istri seorang artis untuk membayar biaya pengobatan suaminya. Banyak orang menganggap ini sebagai salah satu cara yang cepat dan mudah untuk mengumpulkan uang apalagi bila ditambahkan dengan narasi tentang kemanusiaan sebagai bumbunya.
Penggalangan dana atau permintaan sumbangan sering kita jumpai, baik itu di pasar, jalanan, rumah, dan media sosial. Hal ini lumrah terjadi karena tingginya rasa tolong-menolong antarsesama yang telah menjadi budaya masyarakat Indonesia. Terbukti, pada saat kita melihat hasil dana yang terkumpul seringkali melebihi dari target yang ditentukan sebelumnya.
Apakah hasil yang diperoleh dari penggalangan dana dapat termasuk sebagai penghasilan? Untuk mengetahuinya, mari kita lihat definisi penghasilan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang pajak penghasilan (UU PPh), yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun.
Jika kita membaca definisi di atas maka hasil dari penggalangan dana (baca:sumbangan) dapat termasuk dalam pengertian sebagai penghasilan. Pertanyaan berikutnya adalah apakah sumbangan tersebut termasuk penghasilan yang dikenakan pajak? Untuk menjawabnya kita akan melihat dari sisi penerima dan pemberi sumbangan.
Sisi Penerima
Dilihat dari sisi penerima tentunya sumbangan ini masuk dalam definisi penghasilan seperti yang disampaikan di atas, sehingga pengenaan pajaknya dikenakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Namun, tidak semua sumbangan dikenakan pajak, sumbangan yang tidak dikenakan pajak diatur dalam pasal 4 ayat (3) UU PPh huruf a, yaitu bila sumbangan :
- Diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak ;atau
- Sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di indonesia yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan peraturan pemerintah; dan
- Harta hibahan (baca: sumbangan) yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan juga termasuk penghasilan yang tidak dikenakan pajak.
Dalam hal sumbangan yang diterima tidak memenuhi ketentuan sebagai penghasilan yang dikecualikan dari objek pajak maka atas penghasilan tersebut akan dikenakan PPh.
Sisi Pemberi
Sumbangan yang diberikan tidak hanya sebatas uang, dapat juga berupa barang. Pihak pemberi dimungkinkan terkena pajak dalam hal sumbangan yang diberikan berupa barang seperti mobil, mesin, rumah, dan lain sebagainya.
Bagaimana bisa si pemberi akan dikenakan pajak atas sumbangan yang diberikan? Mungkin itu yang muncul di dalam benak kita. Apabila kita membaca UU PPh pasal 4 ayat (1) huruf d, sebenarnya sumbangan ini dapat dikenakan pajak bila terdapat keuntungan dalam pengalihannya dan pemberian sumbangan termasuk sebagai salah satu kegiatan pengalihan.
Keuntungan yang dimaksud bagi si pemberi bila nilai pasar harta yang sumbangkan lebih besar daripada nilai buku pada saat harta tersebut dialihkan. Namun, sumbangan tidak akan dikenakan pajak apabila diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan.
Dalam hal sumbangan yang diberikan dalam bentuk uang maka tidak ada pengenaan pajak saat pemberiannya. Ini karena sumbangan uang yang diberikan berasal dari penghasilan yang atas penghasilan tersebut merupakan objek pajak dan sudah diperhitungkan terlebih dahulu kewajiban perpajakannya.
Wajib pajak dapat menjadikan sumbangan sebagai biaya pengurang penghasilan apabila memenuhi ketentuan yang berlaku, seperti sumbangan tersebut merupakan sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional, sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di indonesia, sumbangan fasilitas pendidik, dan sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga.
Pelaporan Penghasilan
Penerimaan penghasilan berupa sumbangan apabila tidak memenuhi ketentuan sebagai yang dikecualikan dari objek pajak maka wajib dilaporkan oleh penerima pada SPT Tahunan PPh sesuai dengan tahun perolehannya.
Jika si penerima adalah wajib pajak orang pribadi maka dilaporkan sebagai penghasilan lainnya sedangkan bagi wajib pajak badan dilaporkan sebagai penghasilan dari luar usaha yang kemudian semuanya akan digabungkan dengan penghasilan utama.
Begitu juga untuk sumbangan yang memenuhi ketentuan sebagai penghasilan yang dikecualikan dari objek pajak, tetap dilaporkan pada bagian penghasilan yang tidak termasuk objek pajak. Kewajiban pelaporan ini berguna untuk memperlihatkan kewajaran transaksi ekonomi yang terjadi baik dari sisi penerima maupun pemberi.
*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
Sumber : https://pajak.go.id/id/artikel/penggalangan-dana-kena-pajak