Oleh: Hejra Dorojatun, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Perkembangan perekonomian di dunia mengakibatkan batas antarnegara menjadi berkurang. Hal ini menyebabkan pembelian barang atau pemanfaatan jasa tidak hanya terjadi di dalam satu negara saja, tetapi menjadi lintas antarnegara.

Sebagai contoh saat ini, ada pengembang perumahan yang menggunakan jasa desain dari luar negeri. Contoh lain, jasa konstruksi yang menyewa alat berat dari luar negeri dalam rangka efesiensi.

Jasa dari luar negeri untuk dimanfaatkan di Indonesia merupakan obyek Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Hal ini diatur di Undang-Undang (UU) PPN Nomor 42 Tahun 2009.

Yang dimaksud dengan Jasa Kena Pajak (JKP) dari luar daerah pabean yang dimanfaatkan di dalam daerah pabean adalah JKP tersebut diserahkan oleh orang pribadi atau badan yang bertempat tinggal atau berkedudukan di luar daerah.

Selain itu, pemberian JKP dapat dilakukan di dalam dan/atau di luar Daerah Pabean sepanjang kegiatan pemberian JKP tersebut tidak menyebabkan orang pribadi atau badan yang bertempat tinggal atau berkedudukan di luar Daerah Pabean menjadi Subjek Pajak dalam negeri.

Kegiatan pemanfaatan JKP yang berasal dari luar Daerah Pabean tersebut dilakukan di dalam Daerah Pabean dan JKP yang berasal dari luar Daerah Pabean tersebut dimanfaatkan oleh siapa pun di dalam Daerah Pabean.

Untuk contoh di atas pemanfaatan jasa dari luar daerah pabean yang dimanfaatkan di dalam daerah pabean berupa jasa desain dan jasa penyewaan alat berat merupakan obyek PPN dengan tarif 11%. Untuk contoh kedua yaitu menyewa alat berat perlu mendapat perhatian.

Mari kita lihat ketentuan kepabeanannya. Untuk jasa penyewaan alat berat merupakan obyek yang harus diawasi oleh bea dan cukai karena ada impor alat berat. Menurut ketentuan yang ada di Undang-undang tentang Kepabeanan, impor adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam daerah pabean. Jadi barang yang masuk ke Indonesia diperlakukan sebagai barang impor tanpa memperhatikan apakah barang tersebut terjadi transaksi jual-beli atau sewa. Oleh karena itu atas barang impor tersebut dilakukan pemeriksaaan pabean.

Di samping melakukan pengawasan kewajiban kepabeanan sesuai dengan ketentuan UU, Bea dan Cukai diberikan amanat untuk melakukan pemungutan PPN atau PPN dan PPnBM atas impor barang. Oleh karena itu Bea dan Cukai akan melakukan pemungutan PPN Impor atau PPN dan PPnBM atas pemasukan alat berat tersebut.

Apabila barang impor tersebut tidak untuk dimiliki dan akan dikembalikan maka di ketentuan kepabeanan atas barang impor tersebut diperlakukan sebagai barang impor sementara jika pada waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk diekspor kembali.

Atas masuknya alat berat tersebut ke Indonesia dapat memperoleh fasilitas berupa pembebasan atau keringanan bea masuk. Yang dimaksud dengan impor sementara adalah pemasukan barang impor ke dalam daerah pabean yang benar-benar dimaksudkan untuk diekspor kembali dalam jangka waktu paling lama tiga tahun. Selain itu dapat memperoleh fasilitas tidak membayar PPN atau PPN dan PPnBM dalam hal atas barang impor sementara tersebut diberikan fasilitas perpajakan berdasarkan ketentuan di bidang perpajakan yang berlaku.

Dari sisi perpajakan, untuk memberikan kepastian hukum dan kemudahan berusaha, diterbitkan Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-12/PJ/2019. Namun, apabila impor Barang Kena Pajak sebagai pemasukan barang yang digunakan untuk kegiatan pemanfaatan jasa kena pajak, tidak dikenakan PPN atau PPN dan PPnBM atas impor barang kena pajak tersebut.

Sedangkan pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean tetap dikenakan PPN sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Untuk transaksi sewa alat berat tersebut yaitu atas sewa alat berat tersebut dikenakan PPN, sedangkan atas alat berat tersebut tidak dikenakan PPN.

Wajib pajak harus memiliki Surat Keterangan Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean (SKJLN) sebelum melakukan impor.  SKJLN adalah surat keterangan yang menyatakan bahwa Wajb Pajak melakukan pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.

Untuk memiliki SKJLN wajib pajak harus mengajukan permohonan tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak. Permohonan tersebut setidaknya harus memuat: (1) Nomor Pokok Wajib Pajak; (2) nama dan alamat lawan transaksi; (3) Jenis dan nilai transaksi; (4) nomor dan tanggal kontrak; (5) nomor dan tanggal adendum kontrak, dalam hal ada perubahan atas kontrak sebelumnya; (6) tanggal kontrak berakhir; dan (7) jenis barang yang diimpor, dalam hal wajib pajak tidak menggunakan mekanisme impor sementara.

Wajib pajak yang mengajukan permohonan harus memenuhi syarat sebagai berikut: (1) telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan untuk dua tahun pajak terakhir; (2) telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa PPN untuk tiga masa pajak terakhir bagi wajib pajak yang merupakan Pengusaha Kena Pajak.

Dari sisi persyaratan lebih mudah dibandingkan dengan SKB PPN karena untuk SKB PPN ada tambahan persyaratan yaitu tidak mempunyai utang pajak di kantor pelayanan pajak tempat PKP dikukuhkan maupun cabangnya dikukuhkan atau mempunyai utang pajak namun atas keseluruhan utang pajak tersebut telah mendapatkan izin untuk menunda atau mengangsur pembayaran pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

Untuk permohonan SKJLN, Kantor Pelayanan Pajak hanya diberikan waktu paling lama tiga hari kerja untuk menyelesaikan permohonan. Lebih cepat dibandingkan dengan SKB PPN dengan jangka waktu penyelesaian permohonan paling lama lima hari kerja.

Jadi untuk pemasukan barang yang digunakan untuk kegiatan pemanfaatan JKP, tidak dikenakan PPN atau PPN dan PPnBM atas impor barang kena pajak tersebut. Hal ini harus didukung dengan bukti berupa Surat Keterangan Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean (SKJLN).

Di samping itu, karena pemasukan barang juga terkait dengan kepabeanan maka ketentuan tentang kepabeanan juga harus diperhatikan saat pemasukan barang dari luar daerah pabean ke dalam daerah pabean.

 

*)Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.

Sumber : https://pajak.go.id/id/artikel/begini-aspek-perpajakan-pemanfaatan-jasa-kena-pajak-dari-luar-daerah-pabean