Jakarta – Latar belakang yang mendasari perubahan NIK menjadi NPWP adalah berlakunya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Tujuan dari penggabungan NIK dan NPWP, yaitu untuk memberikan kepastian hukum terhadap keduanya, memberikan kesetaraan, mendukung kebijakan satu data Indonesia, dan mewujudkan administrasi perpajakan yang efektif dan efisien.
Sebelumnya, Wajib Pajak orang pribadi menggunakan NPWP sebagai identitas dalam menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya. Melalui UU HPP tersebut, Wajib Pajak orang pribadi cukup menggunakan NIK sebagai identitas wajib pajak.
Sementara bagi Wajib Pajak cabang akan diberikan NITKU sebagai identitas dalam menjalankan hak dan kewajiban perpajakan. Berdasarkan pada Pasal 1 ayat (2) PMK 112/2022, NITKU dapat dipahami sebagai nomor identitas yang diberikan bagi tempat kegiatan usaha Wajib Pajak yang terpisah dari tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak. Artinya, NITKU ini menggantikan peran NPWP Cabang.
Pemberian NITKU dapat disampaikan kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melalui laman DJP, alamat email Wajib Pajak, contact center DJP, atau saluran lainnya yang ditentukan oleh DJP.
Sebagai informasi kembali, pengaturan mengenai perubahan format NPWP terbaru tersebut tercantum dalam PMK Nomor 112/PMK.03/2022. Bagi Wajib Pajak orang pribadi yang merupakan penduduk menggunakan NIK sebagai NPWP dengan ketentuan 16 digit.
Sedangkan, bagi Wajib Pajak orang pribadi bukan penduduk, Wajib Pajak badan, instansi pemerintah menggunakan NPWP format 16 digit. Kemudian, bagi Wajib Pajak cabang menggunakan NITKU sebagai NPWP yang diberikan secara jabatan dengan jumlah 16 digit.
NPWP format lama masih dapat digunakan hingga tanggal 31 Desember 2023, namun per 1 Januari 2024 NPWP format sudah wajib digunakan. Oleh sebab itu, Wajib Pajak diharapkan melakukan transisi ke NPWP format baru sebelum batas waktu tersebut.
Lebih lanjut, saat ini kebijakan mengenai NPWP masih berlaku pada berbagai administrasi perpajakan, sedangkan NIK sebagai NPWP penggunaannya terhadap administrasi perpajakan masih terbatas. Pasalnya, ada banyak NIK yang dijadikan sebagai NPWP belum valid dikarenakan beberapa faktor, yaitu masalah data NIK dan NPWP dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil serta Wajib Pajak orang pribadi yang memiliki lebih dari 1 (satu) NPWP.
Perubahan NIK menjadi NPWP tidak berarti bahwa seluruh masyarakat Indonesia menjadi Wajib Pajak orang pribadi, namun perubahan ini untuk memudahkan segala urusan administrasi perpajakan serta meningkatkan efektivitas dan efisiensi. Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo mengatakan perubahan NIK menjadi NPWP menjadi bagian sangat penting dalam pembangunan sistem inti administrasi perpajakan yang baru, dan NIK ini akan digunakan sebagai common identifier.
NITKU yang berperan sebagai NPWP Cabang juga akan berdampak pada beberapa administrasi perpajakan. Salah satu perubahannya adalah ketika pembuatan faktur pajak. Saat masuk ke dalam sistem, Wajib Pajak pengusaha kena pajak (PKP) tetap menggunakan NIK sebagai NPWP. Namun, pada saat pembuatan faktur pajak maka PKP perlu menambahkan NITKU dalam faktur pajak tersebut.
Sumber : https://www.pajakku.com/read/632bd390fa33631a29dbd264/Ini-Dia-Pengaruh-NIK-dan-NITKU-Menjadi-NPWP-Terhadap-Administrasi-Perpajakan