PajakOnline.com—Direktorat Jenderal Pajak (DJP) akan meningkatkan pengawasan kepatuhan formal Wajib Pajak (WP) orang pribadi nonkaryawan terutama dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan. Sebab, tingkat kepatuhan Wajib Pajak nonkaryawan terbilang rendah, tidak mencapai 50 persen.

“Ini PR (pekerjaan rumah) kami ke depan untuk meningkatkan basis data dan basis pemajakan yang memang karyawan mandiri dan bukan karyawan pada suatu pemberi kerja. Beda dengan karyawan yang pajaknya dikenai pemotongan oleh pemberi kerja, Wajib Pajak nonkaryawan harus mendaftarkan diri, membayar, dan melaporkan pajaknya sendiri. Nah, sampai dengan saat ini kami terus berupaya untuk meningkatkan basis data untuk melakukan pengawasan yang berbasis kewilayahan,” kata Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Suryo Utomo dalam Konferensi Pers APBN Kita Edisi November 2022.

Suryo mengungkapkan, kepatuhan formal Wajib Pajak nonkaryawan tidak mencapai 50 persen dan cenderung mengalami penurunan dari tahun ke tahun. DJP mencatat, pada 2021 rasio kepatuhan formal Wajib Pajak nonkaryawan sebesar 45,53 persen atau 1,85 juta dari 4,07 juta Wajib Pajak nonkaryawan yang menyampaikan SPT tahunan. Berbanding terbalik dengan rasio kepatuhan formal Wajib Pajak orang pribadi karyawan yang mampu mencapai 98,73 persen pada 2021.

Sebenarnya, sebelum pandemi, rasio kepatuhan formal Wajib Pajak nonkaryawan sudah lebih tinggi bila dibandingkan dengan Wajib Pajak karyawan. Pada 2019, rasio kepatuhan formal Wajib Pajak nonkaryawan mampu mencapai 75,93 persen atau lebih tinggi dari rasio kepatuhan formal Wajib Pajak karyawan yang kala itu sebesar 73,23 persen.

Sementara itu, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Neilmaldrin Noor mengatakan, DJP telah menyiapkan strategi untuk memperbaiki kepatuhan formal Wajib Pajak nonkaryawan yang masih rendah.

“Strategi yang dimaksud mencakup perbaikan kebijakan, peningkatan edukasi, sekaligus melakukan pengawasan guna meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak. Dilakukan tindakan pengawasan aktif melalui analisis data antartransaksi. Oleh karena itu, salah satu fokus reformasi perpajakan adalah penguatan basis data,” kata Neil.

Selanjutnya beragam kebijakan telah diimplementasikan dalam kerangka Reformasi Perpajakan Jilid III untuk mempermudah Wajib Pajak menunaikan kewajiban perpajakannya, di antaranya menyediakan kanal pelaporan SPT tahunan dan pembayaran pajak secara online.

“Edukasi dan kampanye mengenai manfaat pajak juga dilakukan guna memberikan pemahaman kepada Wajib Pajak. Serangkaian kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan sukarela dan akan tecermin pada peningkatan kepatuhan formal,” kata Neil.

Ragam upaya peningkatan kepatuhan ini diharapkan dapat mengoptimalkan penerimaan pajak tahun 2022 maupun tahun berikutnya. Tahun 2022, target penerimaan pajak ditetapkan sebesar Rp1.485 triliun. Berdasarkan laporan Kementerian Keuangan (Kemenkeu), hingga akhir Oktober 2022, penerimaan pajak telah mencapai Rp 1.446,2 triliun atau 97,5 persen dari target.

Sepanjang Januari-Oktober 2022 sudah ada beberapa jenis pajak yang telah melampaui target, meliputi Pajak Penghasilan (PPh) non-minyak dan gas (migas) yang terhimpun sebesar Rp 784,4 triliun atau 104,7 persen dari target; PPh migas Rp 67,9 triliun atau 105,1 persen target.
Sementara, penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) tercatat Rp 569,7 triliun atau 89,2 persen dari target serta penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan pajak lainnya tercatat Rp 26 triliun atau 80,6 persen dari target.

Kemenkeu menyatakan realisasi penerimaan pajak yang positif menjelang akhir tahun ini didorong oleh aktivitas ekonomi yang terus membaik, peningkatan harga komoditas, basis rendah target penerimaan pajak tahun 2021, serta implementasi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

 

 

Sumber : https://www.pajakonline.com/djp-tingkatkan-kepatuhan-wajib-pajak-nonkaryawan/