Oleh: Lindarto Akhir Asmoro, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Rokok. Siapa yang tidak mengenal rokok? Salah satu barang yang selalu menjadi dilema di masyarakat Indonesia. Di satu sisi rokok dapat menyebabkan berbagai macam penyakit seperti yang tergambar dalam bungkus rokok yang sangat mengerikan. Di sisi yang lain rokok menjadi salah satu komoditas industri yang menghasilkan jumlah fantastis dalam produksi dan penjualannya. Benarkah demikian?
Rokok adalah lintingan atau gulungan tembakau yang digulung atau dibungkus dengan kertas, daun, atau kulit jagung, sebesar kelingking dengan panjang 8-10 cm, biasanya diisap seseorang setelah dibakar ujungnya.
Bahan baku utama rokok adalah daun tembakau. Tembakau dapat tumbuh di seluruh Indonesia dengan iklim tropisnya. Bahkan tembakau terbaik berasal dari daerah Temanggung dengan tembakau Srintilnya, Kota Deli yang dijuluki sebagai “Dollar Land” oleh Karl J. Pelzer, penulis buku Toean Keboen dan Petani: Politik Kolonial dan Perjuangan Agraria (1976), Lombok dengan jenis tembakau Senang yang sangat digemari, Madura khususnya kota Pamekasan dengan tembakau Campalok yang sangat terbatas dan langka, dan terakhir tembakau Besuki na-oogst yang sangat elastis yang cocok digunakan sebagai bungkus cerutu dari kota Jember.
Produksi Rokok di Indonesia sangatlah besar. Secara akumulatif, produksi rokok Januari-Juni atau semester I tahun 2022 mencapai 147,90 miliar batang. Nilai yang fantastis. Nilai produksi tersebut berbanding lurus dengan pendapatan negara dari cukai rokok dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang relatif naik dari tahun pertahun. Penerimaan Negara dari kepabeanan dan cukai senilai Rp185.1 triliun hingga Juli 2022.
Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono mengemukakan, kebiasaan merokok menyumbang persentase angka kematian terbesar kedua di Indonesia setelah hipertensi. “Jadi kalau kita lihat, merokok menyumbang angka nomor dua penyebab kematian dan komorbiditas setelah hipertensi, jumlahnya di atas diabetes dan obesitas.”
Bahaya rokok juga hal yang wajib disampaikan oleh setiap produsen rokok melalui gambar-gambar penyakit yang digambarkan pada bungkus rokok. Antara lain gambar kanker Paru-paru, jantung koroner, kanker kerongkongan dan tenggorokan, hipertensi, impotensi. Selain bagi perokok aktif, bahaya penyakit tersebut juga mengancam bagi perokok Pasif.
Kebijakan Perpajakan padaRokok
Ketentuan mengenai PPN hasil tembakau ini tercantum di dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 63/PMK.03/2022 yang menjadi beleid turunan UU HPP.
Dalam pasal 3 ayat (1) disebutkan bahwa PPN yang dikenakan atas penyerahan hasil tembakau sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) dihitung dengan cara mengalikan tarif PPN dengan Nilai Lain sebagai dasar pengenaan Pajak. Dalam pasal 3 ayat (2) tarif PPN (a) sebesar 11% yang mulai berlaku pada tanggal 1 April 2022; dan (b) sebesar 12% yang muali berlaku pada saat diberlakukannya tarif PPN sebagaimana diatur dalam pasal 17 ayat (1) huruf b UU PPN.
Nilai lain sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat (1) ditetapkan dengan Formula 100/ 100+t dikali harga jual eceran hasil tembakau, dan t merupakan tarif PPN sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat (2). Sehingga dapat disimpulkan besaran PPN terutang atas penyerahan hasil tembakau ditetapkan sebesar 9,9% sebagai hasil penghitungan tarif PPN yang berlaku pada 1 April yaitu 11% dengan nilai lain yang mengacu pada formula: 100/(100+tarif PPN). Besaran tersebut bisa lebih tinggi lagi, yaitu menjadi 10,7% jika pemerintah memberlakukan tarif PPN sebesar 12% yang rencananya akan dilakukan paling lambat pada tahun 2025, sebagaimana diatur di Pasal 7 UU HPP.
Saat Terutang
PPN terutang atas hasil tembakau tersebut hanya dikenakan sekali di tingkat produsen atau importir. Sementara penyerahan hasil tembakau dari tingkat distributor kepada distributor lain atau konsumen tidak dipungut PPN. Atas penyerahan hasil tembakau yang telah dipungut PPN oleh produsen dan atau importir, dari pengusaha penyalur kepada pengusaha penyalur lainya atau kepada konsumen akhir, pengusaha penyalur tidak memungut dan menyetor PPN. PPNatas hasil tembakau terutang pada saat produsen dan/atau importir melakukan pemesanan Pita Cukai hasil tembakau.
Perusahaan distributor hanya berkewajiban melaporkan penyerahan hasil tembakaunya di dalam surat pemberitahuan masa PPN. Dengan catatan ia telah dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak. Distributor yang wajib dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak yaitu distributor yang melakukan penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak selain hasil tembakau dan termasuk ke dalam pengusaha yang melebihi batasan pengusaha kecil. Sementara distributor yang hanya menyalurkan hasil tembakau dan termasuk sebagai pengusaha kecil tidak perlu dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak.
Produsen dan/atau importir membuat faktur pajak atas penyerahan hasil tembakau yang terutang PPN. Faktur Pajak tersebut dibuat pada saat Produsen dan/ atau importir melakukan pemesanan pita cukai.
*)Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
Sumber : https://pajak.go.id/id/artikel/pajak-atas-miliaran-batang-rokok