PajakOnline.com—Laporan Keuangan disusun berdasarkan standar akuntansi yang berlaku. Namun, beberapa standar akuntansi berbeda dengan ketentuan pajak penghasilan. Salah satu yang beda adalah cara menghitung penyusutan antara akuntansi versus pajak penghasilan.

Penyusutan adalah alokasi biaya. Jika biaya perusahaan memiliki masa manfaat satu tahun saja, maka biaya tersebut langsung dibiayakan seluruhnya pada tahun dilakukan pengeluaran atau secara akrual.

Namun, jika biaya tersebut memiliki masa manfaat lebih dari satu tahun, maka biaya tersebut tidak boleh langsung dibiayakan tetapi dialokasikan ke tahun-tahun yang manfaat tersebut dapat dirasakan. Cara menghitung alokasi biaya ini disebut penyusutan.

Berikut cara menghitung penyusutan menurut Pasal 11 Undang-Undang Pajak Penghasilan.

Pertama, metode penyusutan untuk bangunan hanya boleh garis lurus, sedangkan selain bangunan hanya boleh garis lurus (GL) dan saldo menurun (SM). Di akuntansi metode penyusutan lebih banyak. Jika perusahaan menggunakan metode lain, maka harus dilakukan koreksi fiscal.

Kedua, pengelompokan. Pajak mengharuskan aktiva selain bangunan dikelompokkan menjadi kelompok 1, kelompok 2, kelompok 3, dan kelompok 4. Terakhir pasca Undang-Undang HPP ada “kelompok 5”. Pengaturan pengelompokan ini diatur berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.03/2009. Silakan cek di bagian lampiran peraturan menteri keuangan tersebut.

Ketiga masa manfaat. Akuntansi membolehkan penyusutan 3 tahun, 5 tahun, atau 6 tahun berdasarkan masa manfaat sebenarnya. Sedangkan pajak, masa manfaat berdasarkan kelompok, yaitu masa manfaat 4 tahun (kelompok 1), masa manfaat 8 tahun (kelompok 2), masa manfaat 16 tahun (kelompok 3), dan masa manfaat 20 tahun (kelompok 4). Masa manfaat, kelompok, dan metode penyusutan menentukan tarif penyusutan.

Keempat, saat mulai penyusutan adalah bulan pengeluaran. Satu hari sama dengan satu bulan. Sedangkan akuntansi ditentukan apakah pada bulan tersebut lebih dari 15 hari atau kurang. Kalau kurang, maka bulan tersebut tidak dihitung penyusutan. Contoh pembelian tanggal 31 Januari.

Penyusutan menurut pajak dimulai pada bulan Januari (bulan pengeluaran), sedangkan akuntansi memulai penyusutan pada bulan Februari karena Januari hanya satu hari.

Kelima, pajak tidak mengenal nilai sisa. Berapapun harga peroleh aktiva, seluruhnya disusutkan. Sedangkan akuntansi mengakui adanya nilai sisa. Dan nilai sisa tidak disusutkan karena nilai sisa artinya harga juga harta pada masa manfaat habis.

Contoh penyusutan mobil boks untuk operasional canvasing. Mobil boks senilai Rp375 juta dengan masa manfaat 4 tahun. Menurut akuntansi pada tahun kelima, mobil masih bisa dijual Rp100 juta sehingga memiliki nilai sisa Rp100 juta. Maka harga peroleh yang disusutkan sebesar Rp275 juta yaitu Rp375 juta dikurangi Rp100 juta.

Tetapi menurut pajak, penyusutan tetap berdasarkan harga peroleh mobil boks tersebut yaitu Rp375 juta. Sehingga semua harga perolehan habis dialokasikan sesuai masa manfaat.

 

 

Sumber : https://www.pajakonline.com/cara-menghitung-penyusutan-antara-akuntansi-dan-pajak/