Oleh: Teddy Ferdian, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Berita dan cerita tentang sifat kedermawanan menjadi hal yang banyak dijumpai di masyarakat Indonesia. Adanya kemajuan teknologi menjadikan perilaku positif ini semakin banyak dipertunjukkan di tengah-tengah masyarakat. Masyarakat dengan mudah melihat perilaku ini melalui berita dan media di internet. Tentu saja hal ini merupakan sinyal positif atas hal-hal baik yang patut ditiru oleh seluruh lapisan masyarakat.
Mulai dari selebritas, tokoh masyarakat, perwakilan lembaga, sampai masyarakat biasa menunjukkan sifat kedermawanan dalam membantu sesama. Perilaku kedermawanan ini dilakukan dalam konteks personal dan juga kelompok masyarakat. Terlebih selama masa pandemi, banyak muncul dermawan-dermawan yang hadir membantu masyarakat yang mengalami kesulitan di tengah pandemi
Melihat gambaran di atas, tidak mengherankan jika Indonesia memperoleh predikat negara yang paling dermawan pada tahun 2020 dan 2021 versi World Giving Index yang dirilis oleh Charitiies Aid Foundation (CAF). Dalam laporan World Giving Index ini, indonesia menempati peringkat pertama di antara lebih dari 140 negara di dunia. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, tingkat kerelawanaan di masyarakat Indonesia tiga kali lipat lebih besar dari rata-rata tingkat kerelawanan dunia.
Sifat kedermawaan ini tentunya merupakan hal yang perlu terus dipertahankan bahkan menjadi kebiasaan dan karakter masyarakat Indonesia. Yang kemudian menjadi pertanyaan adalah apakah sifat kedermawanan ini hanya terbatas pada kerelaan memberikan sumbangan kepada masyarakat yang membutuhkan? Bagaimana dengan sifat kedermawanan kepada negara? Apakah ini juga termasuk dalam sifat kedermawanan ini?
Kedermawanan untuk Pajak
Tentunya kita mengetahui bahwa negara Indonesia termasuk dalam negara berkembang di dunia. Ini berarti bahwa pembangunan di Indonesia masih terus dilakukan untuk menyejahterakan bangsa. Pembangunan ini mendorong pertumbuhan ekonomi. Pada triwulan II 2022, pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5,44% (year on year / yoy), meningkat dibanding triwulan sebelumnya 5,01% (yoy). Positifnya pertumbuhan ekonomi ini bahkan menimbulkan prediksi bahwa Indonesia akan masuk dalam lima besar negara dengan kekuatan ekonomi terbesar di dunia.
Pembangunan apa saja yang akan dilakukan oleh Indonesia dapat kita lihat di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Kita dapat melihat sektor-sektor yang menjadi prioritas belanja di Indonesia. APBN 2022 menunjukkan bahwa belanja yang akan dilakukan negara selama tahun 2022 adalah 2.714,16 triliun rupiah.
Untuk dapat melaksanakan belanja ini, negara perlu mengumpulkan penerimaan negara. Dari beberapa sumber penerimaan negara, penerimaan perpajakan memiliki porsi terbesar, yaitu lebih dari 80% penerimaan APBN. Ini berarti prioritas terbesar pengumpulan penerimaan negara adalah pada penerimaan pajak. Pengumpulan penerimaan pajak ini pun tidak bisa terlepas dari sifat kedermawanan masyarakat untuk memberikan sumbangsih kepada negara melalui kesadaran untuk melaksanakan kewajiban perpajakan dengan benar sesuai peraturan perpajakan yang berlaku.
Lalu, bagaimana agar sifat kedermawanan kepada negara dapat menjadi kebiasaan bagi masyarakat Indonesia? Mengingat sumber terbesar penerimaan negara adalah penerimaan pajak, maka diperlukan adanya kesadaran pajak di kalangan masyarakat sebagai pondasi dari terwujudnya sifat kedermawanan masyarakat kepada negara.
Namun, mewujudkan kesadaran pajak di tengah-tengah masyarakat dan membiasakan sifat kedermawanan kepada negara bukanlah sesuatu yang mudah. Apalagi jika kita berbicara mengenai pajak yang selama ini dikelola oleh pemerintah pusat, seperti Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Tentunya tidak banyak masyarakat yang akan rela jika penghasilan yang diterimanya harus disisihkan sebagian untuk diberikan kepada negara dalam bentuk pajak. Biasanya masyarakat akan mengharapkan imbal balik yang dapat mereka terima. Ini salah satu poin kesulitannya.
Berbeda dengan retribusi yang dikelola oleh pemerintah daerah, pajak tidak menjanjikan manfaat langsung yang dapat diterima oleh si pembayar pajak. Contohnya, masyarakat yang membayar retribusi parkir akan langsung mendapatkan manfaat berupa layanan parkir. Pembayaran retribusi kebersihan juga memberikan manfaat langsung berupa layanan kebersihan yang diterima oleh si pembayar retribusi. Hal ini yang sulit terjadi ketika seseorang atau wajib pajak membayar PPh atau PPN. Tidak ada manfaat langsung yang diterima wajib pajak.
Salah satu alasan terciptanya sifat kedermawanan adalah bahwa si dermawan yang memberikan sumbangan atau bantuan mengetahui bahwa si penerima sumbangan atau bantuan memang orang atau kelompok yang membutuhkan dan penggunaan sumbangan atau bantuan tersebut jelas untuk memenuhi kebutuhan yang memang diperlukan pihak penerima. Contohnya, dermawan yang memberikan sumbangan kepada yatim piatu mengetahui bahwa si penerima memang memerlukan bantuan. Dermawan yang memberikan bantuan untuk pembangunan tempat ibadah juga mengetahui bahwa suatu kelompok di masyarakat sedang membangun tempat ibadah dan memerlukan uluran tangan masyarakat.
Bagaimana dengan membayar pajak kepada negara? Apakah para masyarakat mengetahui bahwa negara memerlukan pajak dari masyarakat dan ke mana uang pajak tersebut akan dibelanjakan? Apakah masyarakat merasa yakin bahwa penerimaan pajak yang dikumpulkan negara akan benar-benar digunakan untuk pembangunan dan manfaatnya dirasakan masyarakat?
Pertama, dalam pengertian pajak di Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, pajak merupakan kontribusi wajib yang bersifat memaksa. Ini berarti bahwa tanpa ada kerelaan pun, wajib pajak dapat dipaksa untuk membayar pajak. Namun, hal ini akan mengaburkan makna dari kesadaran dan kedermawanan untuk membayar pajak. Oleh karena itu perlu juga dibangun semangat bahwa pajak ini sangat bermanfaat bagi negara, sehingga sudah selayaknya masyarakat membantu negara untuk dapat menyejahterakan rakyatnya.
Kedua, kesadaran dan kedermawanan untuk membayar pajak sangat berhubungan dengan kepercayaan masyarakat kepada negara. Kepercayaan bahwa negara sungguh-sungguh ingin meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kepercayaan bahwa tidak ada kepentingan pribadi maupun golongan yang dikedepankan dalam hal pemanfaatan uang pajak. Kepercayaan bahwa penegakan hukum akan dilakukan seadil-adilnya jika ditemukan penyelewengan dalam pengelolaan keuangan negara. Jika kepercayaan sudah terbentuk di masyarakat, maka bukan tidak mungkin banyak dermawan pajak yang hadir di bumi Indonesia.
Akhirnya, menghadirkan sifat kedermawanan kepada negara bukanlah hal yang mudah. Kesadaran pajak harus terbentuk terlebih dahulu sebagai fondasi dalam menghadirkan dermawan pajak. Untuk mewujudkan ini banyak pihak yang harus terlibat. Otoritas pajak sebagai pengumpul penerimaan negara, lembaga pemerintah pusat dan daerah sebagai pelaksana pembangunan dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat, serta kelompok masyarakat dan seluruh masyarakat sebagai pengawas dan pemberi alarm atas penggunaan uang pajak untuk pembangunan negara.
Seluruh elemen bangsa dapat mengedepankan semangat nasionalisme untuk menjadikan Indonesia yang lebih baik. Seluruh elemen bangsa dapat memperjuangkan satu tujuan yaitu mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat. Seluruh elemen bangsa dapat menghadirkan semangat saling bahu membahu memajukan negara. Jika ini terjadi, maka dermawan pajak bukan sekadar harapan.
*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.