Sen, 03 Okt 2022
Oleh: Wahyu Eka Nurisdiyanto, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Kata-kata Winston Churchill, “To improve is to change; to be perfect is to change often,” ini tepat untuk memotret perubahan.
Untuk dapat berkembang butuh sebuah perubahan. Melalui perubahan yang berkelanjutan, kesempurnaan menjadi pasti untuk diwujudkan. Kata-kata tersebut sejalan dengan salah satu nilai Kementerian Keuangan, yakni Kesempurnaan, senantiasa melakukan upaya perbaikan di segala bidang untuk menjadi dan memberikan yang terbaik. Seperti idiom bahwa kesempurnaan adalah utopia, sehingga selalu ada celah perbaikan untuk menuju kesempurnaan. Versi terbaik adalah selalu melakukan perbaikan pada setiap celah yang tiada akhirnya.
Menteri Keuangan Republik Indonesia Sri Mulyani Indrawati dalam arahannya pernah menyampaikan bahwa seluruh jajaran Kementerian Keuangan tanpa terkecuali diharapkan mampu mengambil momentum dan pengalaman dari pandemi Covid-19 untuk mendorong perubahan radikal di unit kerjanya, antara lain lewat digitalisasi cara bekerja, membatasi jumlah ruang rapat melalui pemanfaatan teknologi komunikasi seperti yang dilakukan saat Work From Home (WFH), serta menciptakan paradigma baru dalam menentukan berapa sebenarnya kebutuhan jumlah pegawai dan jenis pekerjaan atau keterampilan apa saja yang diperlukan dalam menjalankan tata kelola kelembagaan.
Konsep FWS di Tengah Fenomena Gig Economy
Fenomena Gig Economy yang saat ini tengah menjadi tren membuat banyak pekerja tidak harus berada di kantor untuk melaksanakan tugas dan pekerjaannya. Tidak dapat dimungkiri, tren Gig Economy ini rupanya membuat Kementerian Keuangan berusaha mengadaptasikannya dalam konsep Flexible Working Space (FWS).
Konsep ini sebagai sebuah tatanan normal baru bagi para penggawanya selaku pengelola keuangan negara dengan tujuan mendukung terwujudnya perekonomian Indonesia yang produktif, kompetitif, inklusif, dan berkeadilan. Konsep FWS yang dikatakan sebagai bagian dari reformasi birokrasi dan transformasi kelembagaan di tubuh Kementerian Keuangan tersebut sudah tampak melalui implementasi layanan digital, penguatan teknologi berkelanjutan dalam operasional, serta investasi pada keamanan data.
Konsep FWS di lingkungan kerja Kementerian Keuangan digadang-gadang akan mengarah pada mekanisme Work From Anywhere (WFA) di masa mendatang dengan didukung oleh berbagai faktor penguatan budaya organisasi Kementerian Keuangan yang meliputi perubahan sistem dan pola kerja, kemajuan teknologi, peningkatan kolaborasi, peningkatan produktivitas, pelestarian lingkungan, pemenuhan kebutuhan publik dan para pemangku kepentingan, perubahan demografi, serta work-life balance.
Konsep FWS tersebut tentu turut diaplikasikan juga di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebagai instansi dalam struktur organisasi Kementerian Keuangan dengan tugas dan fungsi utamanya sebagai penghimpun penerimaan negara di sektor pajak.
Pekerjaan Digital yang Humanis
Isu pekerjaan digital yang humanis kini tengah disoroti oleh dunia dan menjadi fokus pembahasan dalam forum G-20 beberapa waktu lalu. Pada forum tersebut, disampaikan betapa pentingnya mewujudkan sebuah pekerjaan yang humanis di era fleksibilitas dan digitalisasi pasar kerja.
Disebutkan pula bahwa ekonomi digital dan dunia kerja yang fleksibel memberikan keuntungan bagi para pekerja untuk menavigasi kehidupan pekerjaan dan sosialnya dengan lebih baik. Selaras dengan isu tersebut, arah menuju pekerjaan digital yang humanis dalam perjalanan reformasi perpajakan pun terlihat kian jelas melalui berbagai bentuk digitalisasi layanan perpajakan hasil rancangan DJP.
Proyek Pembaruan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (PSIAP) yang saat ini sedang dirancang oleh DJP menandai babak baru perjalanan reformasi perpajakan. Proyek rancang ulang 21 proses bisnis administrasi perpajakan tersebut diharapkan mampu membuat sistem administrasi perpajakan menjadi mudah, andal, terintegrasi, akurat, dan pasti (MANTAP).
Perlahan namun pasti, tidak lama lagi tiba masanya seluruh layanan perpajakan akan berbasiskan digital dan diberikan secara daring kepada wajib pajak. Dengan demikian, para petugas pajak akan benar-benar menjadi pekerja digital yang tidak lagi bekerja dari kantor, melainkan bisa bekerja dari mana saja menggunakan perangkat teknologi komunikasi beserta platform digital yang tersedia.
Lantas, apakah digitalisasi seluruh layanan perpajakan mampu menyerap kepuasan dari wajib pajak melebihi layanan yang diberikan secara tatap muka (langsung). Timbul pertanyaan demikian mengingat keunggulan layanan tatap muka (langsung) adalah adanya keterlibatan fisik, pergerakan emosi (hati/perasaan), serta bahasa lisan yang dituturkan dengan penuh kesantunan. Bisakah sisi humanis tersebut tetap hidup lewat model pelayanan yang diberikan penuh secara digital?
Satu Platform Digital Resmi
Ketika di masa mendatang layanan perpajakan akan sepenuhnya diberikan secara digital dan petugas pajak bisa berkerja dari mana saja, maka diperlukan sebuah platform digital resmi yang mampu menghubungkan wajib pajak dengan petugas pajak agar pelayanan tetap berjalan lewat digitalisasi yang humanis. Pada tahun 2021 lalu, DJP telah meluncurkan aplikasi bernama M-Pajak yang dibuat guna mempermudah wajib pajak dalam menunaikan kewajiban perpajakannya.
Berbagai fitur yang disediakan di dalamnya meliputi menu e-Billing, kartu Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) digital, informasi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) terdekat, pengingat batas waktu penyetoran dan pelaporan pajak, serta informasi peraturan perpajakan terbaru. Aplikasi M-Pajak tersebut dapat dikembangkan lagi tidak hanya sebagai akun wajib pajak semata namun juga menjadi akun petugas pajak, seperti layaknya aplikasi Grab juga Gojek yang dirancang dua arah sehingga menghubungkan akun pelanggan dengan akun pengemudi.
Bisa dibayangkan, akun M-Pajak milik wajib pajak nantinya akan terkoneksi dengan akun M-Pajak milik petugas pajak di KPP terdekat, KPP terdaftar, dan Kring Pajak. Diharapkan aplikasi M-Pajak masa depan dapat digunakan sebagai media pelayanan digital yang memungkinkan interaksi antara wajib pajak dengan petugas pajak menggunakan sistem audiovisual.
Pada akun wajib pajak, bisa difasilitasi fitur Finding Tax Service yang akan menampilkan menu Nearby KPP, Registered KPP, dan Kring Pajak dengan beberapa submenu, antara lain Calling Tempat Pelayanan Terpadu (TPT) Virtual, Calling Helpdesk Virtual, Calling Account Representative (AR), serta Calling Kring Pajak.
Akun-akun petugas pajak dari KPP terdekat, KPP terdaftar, dan Kring Pajak yang saat itu sedang aktif bertugas di jam pelayanan secara otomatis dimunculkan pada masing-masing submenu tersebut. Selanjutnya, wajib pajak dapat memilih untuk mendapatkan pelayanan daring berbasis audiovisual dengan menggunakan submenu yang tersedia.
Tidak sampai di situ, wajib pajak juga dapat memberikan penilaian ataupun pengaduan atas setiap jenis layanan yang diterima melalui aplikasi M-Pajak. Wajib pajak yang telah selesai menerima pelayanan, kemudian memberi nilai terhadap akun petugas pajak terkait dalam bentuk bintang mulai dari 1 sampai 5 sesuai tingkat kepuasan yang dirasakan.
Jadi, kualitas kinerja pelayanan dari petugas pajak dapat diketahui melalui tampilan banyaknya jumlah bintang yang diraih serta minimnya ulasan pengaduan pada masing-masing akun petugas pajak. Bilamana gagasan ini sungguh akan diterapkan ke depan, tidak hanya sisi humanis layanan digital perpajakan yang mampu diwujudkan, namun penilaian atas kinerja pelayanan otoritas pajak juga ikut bisa diakses oleh publik secara transparan.
Ruang digital memang telah secara masif menggantikan tatap muka langsung dalam berbagai lini pelayanan publik, namun yang tidak tergantikan adalah roh dari pelayanan itu sendiri yang dijiwai oleh setiap tutur, batin, dan visual manusia di dalamnya. Oleh karena itu, layanan digital perpajakan yang humanis bukan suatu pilihan, melainkan sebuah keniscayaan tujuan dalam perjalanan reformasi DJP ke depan.
Tak peduli dari mana pun nanti para petugas pajak akan bekerja memberikan pelayanan, mereka harus tetap dirasakan kehadirannya oleh wajib pajak sekalipun dalam dimensi digital. Sisi humanis pelayanan harus senantiasa terpancar dalam digitalisasi layanan perpajakan demi menjaga kepuasan, kenyamanan, serta kepercayaan wajib pajak.
*) Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi penulis bekerja.
Sumber : https://pajak.go.id/id/artikel/layanan-pajak-dalam-fenomena-gig-economy