Salah satu karakteristik Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah Pajak Objektif. Ini berarti bahwa timbulnya kewajiban pajak ditentukan oleh peristiwa atau perbuatan hukum yang dapat dikenakan pajak yang juga disebut objek pajak. Kondisi subjektif subjek pajak tidak ikut menentukan. Namun demikian, eksistensi subjek PPN bukan berarti tidak penting. Keberadaan subjek PPN menjadi penting untuk menentukan siapa yang bertanggung jawab atas pemajakan PPN.
Dalam hal penyerahan barang dan/atau jasa kena pajak itu melalui lintas batas negara (cross border), secara umum hukum PPN internasional menerapkan “asas tujuan”, artinya PPN dikenakan di yuridiksi tempat konsumsi akhir barang atau jasa itu terjadi. Jika yang diperdagangkan berupa barang, tidalah sulit untuk menentukan negara mana yang berhak atas pemajakan PPN. Tidak demikian halnya apabila yang diperdagangkan secara internasional itu berupa jasa atau barang tidak berwujud.
Pasal 4 ayat (1) huruf d UU PPN, menyebutkan dalam penjelasan, “Untuk dapat memberikan perlakuan pengenaan pajak yang sama dengan impor Barang Kena Pajak, atas Barang Kena Pajak Tidak Berwujud yang berasal dari luar Daerah Pabean yang dimanfaatkan oleh siapa pun di dalam Daerah Pabean juga dikenai Pajak Pertambahan Nilai.” Contoh: Pengusaha A yang berkedudukan di Jakarta memperoleh hak menggunakan merek yang dimiliki Pengusaha B yang berkedudukan di Hongkong. Atas pemanfaatan merek tersebut oleh Pengusaha A di dalam Daerah Pabean terutang PPN.”
Sedangkan atas jasa, dijelaskan dalam huruf e, “Jasa yang berasal dari luar Daerah Pabean yang dimanfaatkan oleh siapa pun di dalam Daerah Pabean dikenai Pajak Pertambahan Nilai.” Misalnya, Pengusaha Kena Pajak C di Surabaya memanfaatkan Jasa Kena Pajak dari Pengusaha B yang berkedudukan di Singapura. Atas pemanfaatan Jasa Kena Pajak tersebut terutang PPN.
Lebih lanjut, dalam ketentuan lainnya tentang penjelasan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.03/2010 tentang Tata Cara Penghitungan, Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai atas Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak Dari Luar Daerah Pabean dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud (BKPTB) dari luar Daerah Pabean yang dimanfaatkan di dalam Daerah Pabean adalah:
- BKPTB tersebut dimiliki oleh orang pribadi atau badan yang bertempat tinggal atau berkedudukan di luar Daerah Pabean;
- Kegiatan pemanfaatan BKPTB yang berasal dari luar Daerah Pabean tersebut dilakukan di dalam Daerah Pabean; dan
- BKPTB yang berasal dari luar Daerah Pabean tersebut dimanfaatkan oleh siapa pun di dalam Daerah Pabean.
Sementara yang dimaksud dengan Jasa Kena Pajak (JKP) dari luar Daerah Pabean yang dimanfaatkan di dalam Daerah Pabean adalah:
- JKP tersebut diserahkan oleh orang pribadi atau badan yang bertempat tinggal atau berkedudukan di luar Daerah;
- Pemberian JKP dapat dilakukan di dalam dan/atau di luar Daerah Pabean sepanjang kegiatan pemberian Jasa Kena Pajak tersebut tidak menyebabkan orang pribadi atau badan yang bertempat tinggal atau berkedudukan di luar Daerah Pabean menjadi Subjek Pajak dalam negeri;
- Kegiatan pemanfaatan JKP yang berasal dari luar Daerah Pabean tersebut dilakukan di dalam Daerah Pabean; dan
- JKP yang berasal dari luar Daerah Pabean tersebut dimanfaatkan oleh siapa pun di dalam Daerah Pabean.
Ketiga syarat pada pengertian BKPTB dan empat syarat pada pengertian JKP di atas bersifat kumulatif (karena menggunakan tanda hubung “dan”), artinya apabila salah satu syarat itu tidak terpenuhi maka gugurlah pengertian tersebut. Yang menjadi persoalan, menentukan tempat kegiatan pemanfaatan BKPTB dan JKP (butir 2.b dan 3.c) tak semudah menentukan tempat di mana kegiatan mengonsumsi barang berwujud. Untuk memudahkan pemahaman, berikut diberikan contoh kasus.
Sebuah entitas di dalam negeri (daerah pabean), PT A, sedang membangun proyek pembangkit listrik di Bangladesh. Dalam rangka tahapan persiapan pembangunan, PT A menggunakan jasa konsultan teknik dari entitas luar negeri, Ltd. B. Diketahui PT A tidak membentuk entitas tersendiri terkait dengan proyek dimaksud di Bangladesh.
Pada kasus di atas, sebenarnya di mana kegiatan pemanfaatan jasa itu dilakukan? Jika dilakukan di Bangladesh, berarti kalau berpedoman pada ketentuan lanjutan jasa itu tidak terutang PPN di Indonesia. Di Bangladesh juga kalau berpedoman pada prinsip umum PPN internasional yaitu asas tujuan, tidak terutang PPN karena tidak ada entitas yang memanfaatkan jasa di sana. Padahal objek PPN-nya jelas-jelas ada. Dengan demikian terjadi VAT avoidance (penghindaran PPN) di kedua negara.
Untuk mencegah terjadi praktik penghindaran PPN, Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) telah memberikan panduan melalui International VAT/GST Guidelines. Panduan yang dipublikasikan pada 12 April 2012 itu, di antaranya membahas tentang Determining the place of taxation for cross-border suppliesof services and intangibles (Chapter 3).
Berikut beberapa panduan yang ada pada chapter 3 International VAT/GST Guidelines;
Guideline 3.1
For consumption tax purposes internationally traded services and intangibles should be taxed according to the rules of the jurisdiction of consumption (Untuk tujuan pajak konsumsi, jasa dan barang tak berwujud yang diperdagangkan secara internasional harus dikenakan pajak sesuai dengan aturan yurisdiksi konsumsi).
Guideline 3.2
For the application of Guideline 3.1, for business-to-business supplies, the jurisdiction in which the customer is located has the taxing rights over internationally traded services or intangibles (Untuk penerapan Pedoman 3.1, untuk pasokan bisnis ke bisnis, yurisdiksi tempat pelanggan berada memiliki hak pengenaan pajak atas jasa atau barang tak berwujud yang diperdagangkan secara internasional).
Guideline 3.3
For the application of Guideline 3.2, the identity of the customer is normally determined by reference to the business agreement (Untuk penerapan Pedoman 3.2, identitas pelanggan biasanya ditentukan dengan mengacu pada perjanjian bisnis).
Guideline 3.4
For the application of Guideline 3.2, when the customer has establishments in more than one jurisdiction, the taxing rights accrue to the jurisdiction(s) where the establishment(s) using the service or intangible is (are) located (Untuk penerapan Pedoman 3.2, ketika pelanggan memiliki perusahaan di lebih dari satu yurisdiksi, hak pemajakan bertambah ke yurisdiksi tempat perusahaan yang memanfaatkan jasa atau barang tidak berwujud berada).
“Use of a service or intangible” in this context refers to the use of a service or intangible by a business for the purpose of its business operations. It is irrelevant whether this use is immediate, continuous, directly linked to an output transaction or supports the business operations in general (“Pemanfaatan jasa atau barang tidak berwujud” dalam konteks ini mengacu pada pemanfaatan jasa atau barang tidak berwujud oleh bisnis untuk tujuan operasi bisnisnya. Tidak relevan apakah penggunaan ini segera, terus-menerus, terkait langsung dengan transaksi keluaran atau mendukung operasi bisnis secara umum).
Poin penting untuk menentukan tempat “kegiatan pemanfaatan” JKP atau BKBTB adalah pada kalimat “Use of a service or intangible” in this context refers to the use of a service or intangible by a business for the purpose of its business operations (“Pemanfaatan jasa atau barang tidak berwujud” dalam konteks ini mengacu pada pemanfaatan jasa atau barang tidak berwujud oleh bisnis untuk tujuan operasi bisnisnya).
Pada contoh kasus di atas, sepanjang PT A belum membentuk entitas tersendiri terkait dengan proyek di Bangladesh maka hak pemajakan PPN ada di Indonesia karena tujuan operasi bisnisnya masih berada di Indonesia. Kelak ketika proyek tersebut berjalan sehingga PT A membentuk entitas, misalnya BUT, di Bangladesh maka hak pemajakan PPN beralih ke Bangladesh. Dengan demikian tidak terjadi penghindaran PPN.
Oleh: Ahmad Dahlan, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
*)Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
Sumber : https://pajak.go.id/id/artikel/hak-pemajakan-ppn-atas-proyek-di-luar-negeri