TEMPO.CO, Jakarta – Kementerian Keuangan masih berancang-ancang menerapkan pajak karbon. Penerapan pajak ini molor dari rencana semula, yakni 1 Juli 2022. Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Nathan Kacaribu menyebut hingga saat ini pemerintah masih berupaya mematangkan peraturan pendukung pemberlakuan pajak karbon.

Mengutip Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) Pasal 13 Ayat 1, pajak karbon adalah pajak yang dikenakan atas emisi karbon yang memberikan dampak negatif bagi lingkungan hidup. Pajak karbon dikenakan atas penggunaan bahan bakar fosil seperti bensin, avtur, gas, dan lain-lain.

Mengutip laman Direktorat Jenderal Pajak, ditetapkannya pajak karbon bertujuan untuk mengurangi emisi karbon dioksida dan gas rumah kaca sebagai upaya mengatasi pemanasan global. Selain itu, penerapan pajak karbon dipercaya dapat membantu mengendalikan perubahan iklim serta meningkatkan pendapatan pajak pemerintah dan meningkatkan efisiensi energi bagi konsumen dan bisnis.

Bagaimana Perhitungannya?

Pajak karbon terutang atas pembelian barang yang mengandung karbon atau aktivitas yang menghasilkan emisi karbon dalam jumlah dan periode tertentu. Saat terutang pajak karbon ditentukan dalam sejumlah poin, yakni:

  • Pada saat pembelian barang yang mengandung karbon;
  • Pada akhir periode tahun kalender dari aktivitas yang menghasilkan emisi karbon dalam jumlah tertentu atau periode lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
  • Tarif pajak karbon ditetapkan lebih tinggi atau sama dengan harga karbon di pasar karbon per kilogram karbon dioksida ekuivalen (COze) atau satuan yang setara.

Besaran pajak karbon diatur dalam Pasal 13 UU HPP. Berdasarkan beleid tersebut, pemerintah menerapkan besaran tarif pajak karbon paling rendah adalah Rp 30 per kilogram. Tarif ini turun setelah semula sempat ditetapkan tarif minimum pajak karbon sebesar Rp 75 per kilogram dalam RUU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

Tarif pajak karbon ditetapkan lebih tinggi atau sama dengan besaran tarif harga karbon di pasar karbon per kilogram karbondioksida ekuivalen (CO2e) atau satuan yang setara. Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menjelaskan, pengenaan pajak karbon memiliki nilai ekonomi. Musababnya pengenaan pajak tersebut mengikuti skema cap and tax trade.

Rencananya, pada 2022-2024, pajak karbon akan diterapkan untuk sektor pembangkit listrik tenaga atau PLTU batu bara. Pembangkit listrik tenaga batu bara dengan proses yang tidak efisien atau emisi yang lebih tinggi dari batas atas akan dikenakan biaya tambahan. Kemudian pada 2025, implementasi pengenaan pajak karbon dilakukan

secara penuh dengan tahap perluasan sektor sesuai dengan kesiapan masing-masing industri.

 

HATTA MUARABAGJA

Sumber : https://bisnis.tempo.co/read/1625001/mengenal-pajak-karbon-dan-skema-perhitungannya