Penilaian (appraisal) merupakan salah satu upaya penggalian potensi pajak.

Dalam prosedur pelaksanaan penilaian untuk tujuan perpajakan, penilaian adalah serangkaian kegiatan dalam rangka menentukan nilai tertentu atas objek penilaian pada saat tertentu yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar penilaian dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan, termasuk analisis kewajaran usaha.

Seiring perkembangan kegiatan usaha, penilaian untuk tujuan perpajakan terus bereformasi untuk menggali potensi pajak.

 

Dulu

Penilaian identik dengan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Bahkan jabatan fungsional yang berwenang melakukan penilaian diberi nama Penilai PBB.

Penilaian PBB bertujuan untuk menentukan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang akan dijadikan sebagai dasar pengenaan pajak. Pendekatan penilaian yang digunakan yaitu pendekatan data pasar, pendekatan biaya, dan pendekatan pendapatan.

Selain melakukan penilaian bumi dan bangunan, Penilai PBB berwenang melakukan pendataan objek PBB dan kegiatan pengurangan, keberatan, banding PBB terutang.

 

Kini

Kini, ruang lingkup dan fungsi penilaian jauh lebih luas, tidak hanya obyek PBB semata.

Jabatan fungsional yang berwenang melakukan penilaian pun diganti menjadi Penilai Pajak. Prosedur standar operasional(PSO) Direktorat Jenderal Pajak menjabarkan setidaknya terdapat tiga transaksi atau data yang memerlukan penilaian. Pertama, adanya objek PBB yang memerlukan penilaian lapangan.

Kedua, terdapat data lain yang mengindikasikan ketidakwajaran nilai yang dilaporkan wajib pajak seperti:

  1. indikasi ketidakwajaran harga perolehan atau nilai sisa buku harta berwujud yang memengaruhi besarnya biaya penyusutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh);
  2. indikasi ketidakwajaran harga perolehan atau nilai sisa buku harta tidak berwujud yang memengaruhi besarnya biaya amortisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11A Undang-Undang PPh; atau
  3.  indikasi ketidakwajaran penghasilan dari transaksi pengalihan harta atas tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estat, dan persewaan tanah dan/atau bangunan yang dikenakan PPh final Pasal 4 ayat (2) huruf d UndangUndang PPh.

Ketiga, terdapat transaksi yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan diharuskan menggunakan:

  1. jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima, dalam hal jual beli harta yang dipengaruhi hubungan istimewa (Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang PPh);
  2. harga pasar, dalam hal tukar-menukar harta (Pasal 10 ayat (2) Undang-Undang PPh) dan/atau perolehan atau pengalihan harta dalam rangka likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha, kecuali ditetapkan lain Menteri Keuangan (Pasal 10 ayat (3) Undang-Undang PPh);
  3. nilai pasar, dalam hal pengalihan harta sebagaimana disebutkan dalam Pasal 10 ayat (4) UndangUndang PPh, yaitu pengalihan harta hibahan yang tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a Undang-Undang PPh dan/atau pengalihan harta sebagaimana disebutkan dalam Pasal 10 ayat (5) UndangUndang PPh, yaitu pengalihan harta yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf c Undang-Undang PPh;
  4. harga pasarwajar, dalam hal penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang dipengaruhi hubungan istimewa (Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah);
  5. harga limit, sebagaimana disebutkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 24/PMK.03/2008 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan dengan Surat Paksa dan Pelaksanaan Penagihan Seketika dan Sekaligus sebagaimana telah diubah dengan PMK Nomor 85/PMK.03/2010;
  6. nilai hasil penilaian yang dilakukan oleh DJP, dalam hal penghitungan nilai harta bersih selain kas dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang Pengampunan Pajak (Pasal 5 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2017).

Secara garis besar, penilaian kini terdiri dari penilaian NJOP dan Non-NJOP. Jika dikelompokkan lebih rinci, penilaian Non-NJOP terdiri dari 3 jenis penilaian yaitu penilaian properti, penilaian bisnis, dan penilaian aset tak berwujud (ATB).

Obyek penilaian properti yaitu tanah, bangunan, mesin dan peralatan, pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, kehutanan, pertambangan, barang seni, perhiasan hingga perangkat telekomunikasi.

Penilaian bisnis memiliki obyek seperti surat berharga, hak dan kewajiban perusahaan, kerugian ekonomis, opini kewajaran, instrumen keuangan, entitas bisnis, penyertaan dan participating interest. 

Penilaian ATB dilakukan atas aset nonmoneter tanpa wujud fisik yang dapat diidentifikasi dan yang tidak dapat diidentifikasi (goodwill) seperti lisensi, royalti, merk dagang, perangkat lunak komputer, basis data, dan hasil pekerjaan permusikan.

 

Nanti

Penilaian menjadi salah satu cerita reformasi perpajakan. Direktorat Jenderal Pajak mendesain ulang penilaian, mulai dari inisiasi, pelaksanaan hingga pemonitoran dan pengevaluasian penilaian sehingga dapat terintegrasi dengan sistem lainnya, didukung data yang terintegrasi, dan dapat dipantau secara otomatis oleh sistem.

Dari segi sumber daya manusia (SDM), jabatan fungsional penilai pajak akan disesuaikan nomenklaturnya. Ini terkait konsolidasi jabatan fungsional penilai Kementerian Keuangan. Dari segi informasi dan teknologi, diharapkan Control Risk Management (CRM) penilaian dapat berjalan optimal.

Tentunya semua itu akan berdampak pada beberapa area, seperti penyesuaian jumlah dan alokasi penilai pajak di setiap kantor pajak, peningkatan pengetahuan dan keterampilan pegawai untuk melaksanakan proses bisnis penilaian yang baru, penyesuaian regulasi, PSO, serta tugas dan fungsi dalam rangka implementasi proses bisnis penilaian yang akan datang.

Penilaian sendiri telah menjadi bagian dari sejarah panjang DJP dan akan terus bereformasi untuk penggalian potensi pajak yang lebih optimal dan menciptakan hasil penilaian yang berkualitas.

 

*) Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.

Sumber :

https://pajak.go.id/id/artikel/penilaian-dulu-kini-dan-nanti