Undang-Undang Nomor 11 tentang Cipta Kerja telah disahkan dan sudah berlaku sejak 2 November 2020. Aturan pelaksanaan di bawahnya juga telah dibuat seperti Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Republik Indonesia Nomor 18/PMK.03/2021 atau Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9 tahun 2021 tentang Perlakuan Perpajakan Untuk Mendukung Kemudahan Berusaha.
Salah satu perubahan signifikan ada pada perubahan penetapan tarif bunga dalam hal penetapan sanksi administrasi maupun imbalan bunga. Sejak UU KUP disahkan hingga sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 11 tentang Cipta Kerja, tarif bunga baik untuk sanksi administrasi maupun imbalan bunga adalah 2% per bulan dengan jangka waktu maksimal 24 bulan.
Hal ini tentunya cukup memberatkan wajib pajak karena dapat dikenakan sanksi maksimal sebesar 48%. Oleh karena itu, untuk mendukung adanya kemudahan berusaha bagi wajib pajak, Undang-Undang Nomor 11 tentang Cipta Kerja telah melakukan pengaturan suku bunga. Wajib pajak tidak akan dikenakan lagi bunga 2% per bulan, tetapi menggunakan suku bunga acuan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dibagi dua belas.
Lebih jauh lagi, apabila kita menilik Undang-Undang Nomor 11 tentang Cipta Kerja, maka suku bunga acuan tersebut ditambah dengan uplift factor sesuai dengan kesalahan wajib pajak. Hal ini dirasakan sangat adil bagi wajib pajak karena uplift factor tersebut dibuat berjenjang sesuai kesalahan wajib pajak. Semakin tinggi uplift factor artinya tingkat kesalahan wajib pajak semakin tinggi. Adapun ketentuan terkait pengenaan uplift factor adalah sebagai berikut:
- Uplift factor 0% dikenakan untuk sanksi administrasi pajak atas bunga penagihan, angsuran/penundaan pembayaran pajak, dan kurang bayar atas penundaan penyampaian SPT Tahunan;
- Uplift factor 5% dikenakan untuk sanksi administrasi pajak atas kurang bayar pembetulan SPT Tahunan atau SPT Masa, pembayaran/penyetoran pajak yang dilakukan setelah tanggal jatuh tempo pembayaran/penyetoran pajak atau jatuh tempo pelaporan SPT Tahunan, dan atas PPh dalam tahun berjalan tidak/kurang dibayar atau dari hasil penelitian terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan/atau salah hitung;
- Uplift factor 10% dikenakan untuk sanksi administrasi pajak atas pajak yang kurang dibayar yang timbul sebagai akibat dari pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT;
- Uplift factor 15% dikenakan untuk sanksi administrasi pajak atas sanksi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) hasil pemeriksaan dan atas Pengembalian Pajak Masukan (PM) dari Pengusaha Kena Pajak yang tidak berproduksi.
Dengan diterapkannya uplift factor, setiap wajib pajak akan mendapatkan sanksi yang berbeda disesuaikan dengan kesalahan wajib pajak tersebut. Keadilan jelas terlihat dengan diterapkannya uplift factor bahwa semakin rendah tingkat kesalahan wajib pajak maka akan semakin rendah penetapan uplift factornya, sedangkan jika semakin tinggi tingkat kesalahan maka akan semakin tinggi pula penetapan uplift factornya.
Penetapan uplift factor merupakan penetapan yang bersifat official assessment. Misalnya uplift factor 15% dikenakan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) dan atas Pengembalian Pajak Masukan (PM) dari Pengusaha Kena Pajak yang tidak berproduksi. Hal ini merupakan penetapan yang bersifat official assessment berupa pemeriksaan dan penerbitan surat ketetapan.
Penerapan suku bunga acuan ini tidak hanya ditetapkan atas sanksi bunga adminstratif perpajakan, tetapi juga diterapkan atas imbalan bunga. Hal ini mencerminkan adanya keadilan baik dari sisi wajib pajak maupun fiskus. Namun, untuk imbalan bunga tidak diterapkan adanya uplift factor, sehingga suku bunga yang digunakan adalah hanya suku bunga acuan tanpa adanya uplift factor.
Dengan demikian, ada sedikit perbedaan antara penghitungan sanksi bunga dan imbalan bunga. Mekanisme penetapan besaran sanksi administrasi berupa bunga per bulan mengacu kepada suku bunga acuan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan yang berlaku pada tanggal dimulainya penghitungan sanksi dibagi dua belas, ditambah uplift factor sesuai tingkat kesalahan wajib pajak.
Sedangkan mekanisme penetapan besaran imbalan bunga berupa bunga per bulan mengacu kepada suku bunga acuan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan yang berlaku pada tanggal dimulainya penghitungan imbalan bunga dibagi dua belas.
Penyesuaian tarif bunga atas sanksi administrasi dan imbalan bunga tentu saja diharapkan dapat mendukung tujuan awal disahkannya Undang-Undang Nomor 11 Cipta Kerja ini, yaitu kemudahan dalam berusaha. Semakin ringannya tarif suku bunga yang berlaku hendaknya juga disikapi oleh wajib pajak berupa peningkatan kepatuhan wajib pajak secara sukarela. Peran serta wajib pajak sangat diperlukan untuk mendukung pembangunan bangsa dan negara.
Oleh: Astriana Widyawirasari, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi penulis bekerja.
Sumber : https://pajak.go.id/id/artikel/penyesuaian-tarif-sanksi-untuk-kemudahan-berusaha