Dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan yang ditandatangani oleh Presiden RI Joko Widodo  pada tanggal 29 Oktober 2021 terdapat beberapa ketentuan baru. Salah satunya terkait Pajak Penghasilan Final untuk Wajib Pajak Orang Pribadi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).

“Wajib Pajak orang pribadi yang memiliki peredaran bruto tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf e tidak dikenai Pajak Penghasilan atas bagian peredaran bruto sampai dengan Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) tahun pajak,” bunyi Pasal 7 ayat (2a) Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021.

Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf e tersebut adalah penghasilan tertentu lainnya, termasuk penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh wajib pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu. Atas penghasilan tersebut dapat dikenai pajak bersifat final yang diatur dalam atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.

Melalui Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu tepatnya di Pasal 3 ayat (1) dinyatakan bahwa wajib pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu yang dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final merupakan:

  1. Wajib Pajak Orang Pribadi; dan
  2. Wajib Pajak Badan berbentuk koperasi, persekutuan komanditer, firma, atau perseroan terbatas,

yang menerima atau memperoleh penghasilan dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak.

Yang menjadi pertanyaan adalah apakah Perseroan Perorangan dapat fasilitas tidak dikenai Pajak Penghasilan atas bagian peredaran bruto sampai dengan Rp500 juta?

Sebelumnya, kita lihat dulu pengertian atau definisi dari Perseroan Perorangan ini.

Pasal 109 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja mengubah beberapa ketentuan dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Ketentuan Pasal 1 angka 1 diubah sehingga berbunyi, “Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham atau Badan Hukum perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro dan Kecil sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai Usaha Mikro dan Kecil.”

Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2021 tentang Modal Dasar Perseroan serta Pendaftaran Pendirian, Perubahan, dan Pembubaran Perseroan yang Memenuhi Kriteria untuk Usaha Mikro dan Kecil menyebutkan bahwa Perseroan Perorangan adalah Perseroan Terbatas yang memenuhi kriteria untuk usaha mikro dan kecil yang didirikan oleh satu orang.

Sesuai dengan UU Cipta Kerja, definisi perseroan terbatas diperluas, yakni termasuk badan hukum perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro dan kecil (UMK).

Dari pengertian atau definisi Perseroan Perorangan di atas, dapat kita lihat bahwa Wajib Pajak Perseroan Perorangan merupakan Subjek Pajak Badan sehingga apabila Perseroan Perorangan tersebut menerima atau memperoleh penghasilan dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp4,8 miliar dalam satu Tahun Pajak dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat Final sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018.

Ketentuan tidak dikenai Pajak Penghasilan atas bagian peredaran bruto sampai dengan Rp500 juta dalam satu Tahun Pajak hanya berlaku bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang menerima atau memperoleh penghasilan dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp4,8 miliar dalam satu Tahun Pajak sehingga Perseroan Perorangan tidak termasuk wajib pajak yang berhak untuk tidak dikenai Pajak Penghasilan atas bagian peredaran bruto sampai dengan Rp500 juta dalam satuTahun Pajak.

Kalau Perseroan Perorangan tidak termasuk wajib pajak yang berhak untuk tidak dikenai Pajak Penghasilan atas bagian peredaran bruto sampai dengan Rp500 juta  dalam satu Tahun Pajak, adakah fasilitas Pajak Penghasilan bagi Perseroan Perorangan?

Jawabannya ada dengan rincian fasilitas Pajak Penghasilan bagi Perseroan Perorangan sebagai berikut.

  1. Perseroan Perorangan yang memenuhi kriteria sebagai wajib pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018, atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final sebesar 0,5%  dari jumlah peredaran bruto.
  2. Dalam hal Perseroan Perorangan:
    1. tidak memenuhi kriteria sebagai wajib pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu sebagaimana dimaksud pada angka 1; atau
    2. memenuhi kriteria sebagai wajib pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu sebagaimana dimaksud pada angka 1, tetapi memilih untuk dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan tarif umum,

maka Perseroan Perorangan tersebut dapat memperoleh fasilitas pengurangan tarif sebagaimana diatur dalam Pasal 31E Undang-undang Pajak Penghasilan yang mengatur bahwa wajib pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp50 miliar mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak Badan. Pengurangan tarif sebesar 50% itu dikenakan atas penghasilan kena pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp4,8 miliar.

 

Oleh: Dwi Wahyuningsih, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

*)Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.