Saya adalah Ahmad, seorang suami yang bekerja di perusahaan swasta. Saya baru menikah dengan Bella, perempuan pilihan hati saya yang baru saja menjadi istri saya dan pernikahan kami telah diresmikan oleh Kantor Urusan Agama pada bulan Juni 2021.
Kebetulan, istri saya adalah seorang pegawai negeri di suatu instansi. Saat ini adalah bulan Maret 2022 yang notabene menjadi bulan terakhir kami harus melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan jika ingin terhindar dari sanksi. Maka apakah yang harus saya perbuat terkait kewajiban perpajakan saya, utamanya ketika akan melaporkan SPT Tahunan pada tahun pajak 2021?
Dalam hal ini saya dan istri tercinta telah berkarier sejak sebelum mengikat janji suci pernikahan sehingga pada tahun sebelumnya kami telah melaporkan SPT Tahunan secara mandiri. Saya ingin menceritakan pengalaman saya dalam tulisan ini dalam bentuk langkah demi langkah. Namun semua hal yang akan saya sampaikan harus dilalui secara berurutan.
1. Pahami Dahulu Konsep SPT Tahunan Orang Pribadi
Undang Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Nomor 11 Tahun 2020 Pasal 3 ayat (3) menjelaskan, untuk SPT Tahunan Wajib Pajak orang pribadidilaporkan paling lama 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak.
Ini artinya bahwa saya harus melaporkan seluruh penghasilan, biaya, harta, dan utang yang saya miliki sampai tanggal 31 Desember 2021 dengan benar, lengkap, dan jelas. Nah, saya harus melaporkan semuanya dengan tidak melewati tanggal jatuh tempo 31 Maret 2022.
2. Silakan Lapor SPT Tahunan Tanpa Digabung
Kenapa masih melaporkan SPT Tahunan tanpa digabung antara penghasilan saya dan istri? Bukankah seharusnya melaporkan keadaan yang sebenarnya hingga tanggal 31 Desember 2021? Apakah pernikahannya pada bulan Juni 2021 tidak diakui?
Jika mempelajari lebih lanjut pada Pasal 7 ayat (2) Undang Undang Pajak Penghasilan Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021, penerapan ketentuan tanggungan pajak ditentukan oleh keadaan pada awal tahun pajak atau awal bagian tahun pajak.
Oleh karena itu, tanggungan saya yaitu istri baru saya akui pada saat saya akan melaporkan SPT Tahunan tahun pajak 2022 pada tahun 2023 nanti, bukan pada saat ini yaitu Maret 2022. Dengan demikian, pernikahan saya yang terjadi pada Juni 2021 tidak akan berpengaruh kepada pelaporan SPT Tahunan saya dan istri untuk tahun pajak 2021.
Jadi saya dan istri melaporkan SPT Tahunan tahun pajak 2021 secara sendiri-sendiri tanpa adanya penggabungan penghasilan dengan status adalah TK (tidak kawin).
3. Istri Berhak Memilih, Namun Sebaiknya NPWP Istri Dihapus Saja
Ketika saya dan istri telah menunaikan kewajiban pelaporan tersendiri untuk tahun pajak 2021, saya harus menyampaikan pesan kepada istri saya bahwa istri bisa memilih untuk melaksanakan kewajiban perpajakan apakah tetap berdiri sendiri atau bergabung dengan NPWP saya berdasarkan Pasal 7 dan 8 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-04/PJ/2020 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Administrasi Nomor Pokok Wajib Pajak, Sertifikat Elektronik, dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
Namun jika saya tidak membuat perjanjian pisah harta atau hal lain terkait hukum perdata dengan istri tercinta, NPWP istri saya seharusnya dilakukan penghapusan. Hal ini sejalan dengan falsafah penjelasan Pasal 8 Undang Undang Pajak Penghasilan Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021.
Sistem pengenaan pajak berdasarkan UU ini menempatkan keluarga sebagai satu kesatuan ekonomis, artinya penghasilan atau kerugian dari seluruh anggota keluarga digabungkan sebagai satu kesatuan yang dikenai pajak dan pemenuhan kewajiban pajaknya dilakukan oleh kepala keluarga.
Dalam standar kerja Direktorat Jenderal Pajak (DJP), maksimal proses penghapusan NPWP akan memakan waktu hingga enam bulan lamanya.
4. Konfirmasi kepada Pemberi Kerja Sang Istri
Setelah NPWP istri saya dihapus, istri saya harus mengonfirmasi kepada pemberi kerja, dalam hal ini ialah bendahara instansi tempat ia bekerja, bahwa mulai tahun pajak 2022 istri saya menggabungkan kewajiban perpajakannya ke dalam NPWP saya sebagai kepala keluarga.
Penghasilan yang diterima sebagai istri juga dikenakan pajak. Namun pemenuhannya diwakili oleh NPWP kepala keluarga sebagaimana disebutkan pada poin ketiga cerita saya tadi. Jadi, pada tahun 2023 nanti istri saya menerima bukti potong dari instansi tempat ia bekerja dengan mencantumkan NPWP saya, bukan NPWP atas nama istri saya.
5. Dua Insan Menjadi Satu, Begitupun dengan Laporan SPT Tahunannya
Setahun kemudian, tepatnya pada Maret 2023, tibalah saya melaporkan SPT Tahunan seperti biasanya pada tahun-tahun sebelumnya. Bedanya, jika pada tahun kemarin saya dan istri hanya melaporkan seluruh keadaan ekonomi masing-masing, kini saya harus melaporkan keadaan ekonomi istri saya dalam satu laporan SPT Tahunan saya. Bagaimana cara melaporkannya?
Istri saya yang berstatus pegawai negeri dan bekerja di instansi pemerintahan akan mendapatkan bukti potong dari tempat ia bekerja. Lalu, pajak atas penghasilan istri saya harus saya laporkan pada Lampiran III bagian A nomor 15—Penghasilan Istri dari Satu Pemberi Kerja.
Begitupun tanggungan pajak saya pun berubah. Mengacu pada Undang Undang Pajak Penghasilan Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021, batas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) saya yang semula hanya 54 juta Rupiah (TK/0) berganti menjadi 58,5 juta Rupiah (K/0) karena saya sudah bertambah tanggungan dalam kehidupan rumah tangga saya, yakni istri saya. Sementara istri saya hanya menanggung dirinya sendiri, status PTKP-nya pun tidak mengalami perubahan. Istri saya pun juga terlepas dari kewajiban perpajakan karena itu semua diserahkan kepada saya selaku suaminya.
Ahmad dan Bella serta tanggal di atas ialah hanya ilustrasi belaka. Namun nyatanya beberapa dari kita mengalami hal serupa dan belum paham jika situasi ini terjadi pada kita, oleh karenanya contohlah kedua tokoh di atas. Selayaknya dicontoh. Mereka telah melakukan pemenuhan kewajiban perpajakan dan tertib administrasi perpajakan.
Wahai Para Istri, Perhatikan Kewajiban Perpajakanmu!
Oleh: Rachmat Fadloli Zakaria, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
Sumber : https://pajak.go.id/id/artikel/wahai-para-istri-perhatikan-kewajiban-perpajakanmu