Dewasa ini, transaksi tanpa uang tunai (cashless) merupakan hal yang lumrah terjadi. Transaksi tanpa uang tunai (cashless) tentu tidak lepas dari Uang Elektronik (Electronic Money) ataupun Dompet Elektronik (Electronic Wallet).

Uang Elektronik (Electronic Money atau biasa disebut e-Money) adalah instrumen pembayaran yang diterbitkan atas dasar sumber dana berupa nilai uang rupiah yang disetor terlebih dahulu kepada penyedia jasa pembayaran yang menyelenggarakan aktivitas penatausahaan sumber dana dan sumber dana tersebut berupa nilai uang rupiah disimpan secara elektronik dalam suatu media server atau chip.

Sementara itu, Dompet Elektronik (Electronic Wallet  atau biasa disebut e-Wallet) adalah penyediaan layanan elektronik untuk menyimpan data instrumen pembayaran yang dapat berupa alat pembayaran dengan menggunakan kartu dan/atau uang elektronik yang dapat menampung dana untuk melakukan pembayaran.

Mulai 1 Mei 2022, setiap pengguna Dompet Elektronik (e-Wallet) yang melakukan pengisian ulang (top up) saldo e-Money akan dikenakan PPN dengan tarif baru yaitu 11%. Pengenaan ini diatur di Peraturan Menteri Keuangan Nomor 69/PMK.03/2022 tentang Pajak Penghasilan (PPh) dan PPN atas Penyelenggaraan Teknologi Finansial. Namun, Anda para pengguna E-Wallet tidak perlu khawatir karena pengenaan PPN ini bukan atas jumlah nominal isi ulang melainkan atas biaya jasa layanannya. Untuk lebih jelasnya, perhatikan ilustrasi di bawah ini.

Mamat adalah salah satu pengguna aplikasi Dompet Digital XYZ. Jumlah saldo yang Mamat miliki di aplikasi tersebut hanya tinggal Rp10.000 saja. Mengetahui sisa saldo tersebut, Mamat langsung mengisi ulang dompet digitalnya sebesar Rp500.000,00 Untuk layanan isi ulang, Aplikasi XYZ mengenakan biaya admin sebesar Rp2.000,00. Biaya admin itulah yang akan dikenai PPN 11% sehingga jumlah yang harus Mamat keluarkan untuk isi ulang adalah sebesar Rp502.220,00dengan rincian sebagai berikut.

Nominal Top Up : Rp500.000,00
Biaya Admin : Rp2.000,00
PPN (11% x Rp2.000) : Rp220,00

Dari ilustrasi di atas, terdapat tiga jenis kegiatan. Kegiatan pertama adalah penukaran uang asli menjadi uang elektronik, kegiatan kedua adalah pemberian layanan pengisian ulang (top up), dan kegiatan ketiga adalah pemungutan PPN oleh pihak Dompet Digital XYZ.

Kegiatan pertama bukan termasuk objek PPN karena kegiatan itu termasuk penyerahan bukan Barang Kena Pajak (Non-BKP). Barang Kena Pajak (BKP) merupakan barang berwujud yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak, dan barang tidak berwujud, yang dikenakan pajak berdasarkan UU PPN.

Dalam UU PPN, pengelompokan BKP bersifat negative list, dalam artian bahwa pada prinsipnya seluruh barang merupakan BKP, kecuali ditetapkan sebagai barang yang tidak dikenai PPN. Uang Elektronik (e-Money) yang disimpan dalam Dompet Digital (e-Wallet) merupakan salah satu Non-BKP.

Sementara itu, kegiatan kedua merupakan salah satu objek PPN yaitu penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP). Jasa Kena Pajak (JKP) merupakan setiap kegiatan pelayanan berdasarkan surat perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang, fasilitas, kemudahan, atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang pesanan atau permintaan dengan bahan dan/atau petunjuk dari pemesan, yang dikenakan pajak berdasarkan UU PPN.

Seperti halnya cakupan BKP, pengaturan cakupan JKP dalam UU PPN juga bersifat negative list, dalam artian bahwa pada prinsipnya seluruh jasa merupakan JKP, kecuali ditetapkan sebagai jasa yang tidak dikenai PPN.

Layanan pengisian ulang (top up) termasuk salah satu jenis kegiatan layanan melalui uang dan dompet elektronik. Kegiatan tersebut merupakan JKP berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 69/PMK.03/2022 tentang Pajak Penghasilan (PPh) dan PPN atas Penyelenggaraan Teknologi Finansial.

Selanjutnya, kegiatan ketiga merupakan kewajiban pihak Dompet Digital XYZ selaku Pengusaha Kena Pajak (PKP) penyelenggara penyediaan layanan uang dan dompet elektronik yang ditunjuk sebagai pemungut PPN atas penyerahan JKP. Pungutan PPN atas layanan top up itu nanti akan disetorkan kembali ke kas negara dan tentunya akan menjadi penambah penerimaan negara dari sektor perpajakan.

Tidak sedikit media yang merilis berita mengenai pengenaan PPN terhadap layanan top up e-Money, salah satunya adalah CNN Indonesia. Pada Rabu, 06 April 2022, CNN Indonesia merilis berita dengan judul “Biaya Top Up e-Money Bakal Kena PPN 11 Persen”.

Berita ini sempat menjadi bahan perbincangan di salah satu platform media sosial yaitu Twitter. Banyak warganet yang mengeluh tentang pengenaan PPN ini. Bahkan terdapat salah satu pengguna Twitter yang membuat cuitan yang berisi sindiran mengenai isi berita tersebut. Berikut adalah cuitannya, “Yang dapet duit dari biaya administrasi bank/fintechnya, yang dipajekin warganya.

Berbagai macam komentar terhadap cuitan tersebut muncul dari beberapa warganet. Bahkan banyak dari mereka yang setuju dengan cuitan tersebut. Padahal cuitan tersebut sebenarnya kurang tepat. Biaya administrasi yang dibayarkan oleh pengguna atas jasa layanan isi ulang (top up) merupakan penghasilan bagi perusahaan Financial Technology (Fintech). Penghasilan tersebut nantinya akan dikenai pajak penghasilan. Sementara PPN yang dipungut dari penyerahan jasa layanan isi ulang (top up) itu bukan masuk ke kantong perusahaan fintech, melainkan masuk ke kas negara.

Selain itu, masyarakat juga harus paham mengenai konsep dasar PPN. PPN adalah pajak atas konsumsi barang dan/atau jasa. Dalam hal ini, pengguna layanan top up e-Money merupakan konsumen. Inilah yang menjadi alasan dikenakannya PPN atas biaya top up e-Money kepada warga yang menjadi pengguna layanan top up e-Money.

 

Oleh: Adifa Ekanandapegawai Direktorat Jenderal Pajak

 *) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.

 

Sumber : https://pajak.go.id/id/artikel/biaya-admin-top-e-money-kena-ppn-11