Pada Maret 2022 lalu, perhelatan besar dunia MotoGP di Sirkuit Mandalika, Nusa Tenggara Barat (NTB), usai digelar. Selain keberhasilan dalam menggelar acara, Indonesia juga telah diviralkan oleh kehadiran pawang hujan yang muncul dalam ajang balap dunia tersebut. Dari media massa diketahui bahwa pawang hujan tersebut dipekerjakan selama 21 hari dan menerima bayaran atas jasa kegiatan yang telah dilakukan.
Dikutip dari finance.detik.com (22 Maret 2022), bahwa Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo menyatakan bahwa jasa pawang hujan terutang pajak. Hal ini berarti pihak pemberi kerja wajib memotong pajak penghasilan (PPh) Pasal 21.
Jasa pawang hujan tergolong unik dan beberapa masyarakat Indonesia masih menggunakan jasa tersebut. Jadi, apakah memang benar penghasilan dari jasa pawang hujan dapat dikenakan pajak? Apabila demikian, masuk dalam kategori manakah jasa tersebut?
Objek, Subjek, dan Wajib Pajak
Sebelum kita memulai pembahasan, ada baiknya kita kenali terlebih dahulu apa yang menjadi objek PPh Pasal 21. Menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan, penghasilan adalah berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi Subjek Pajak dalam negeri.
Setelah membahas objek, dapat kita simpulkan bahwa penghasilan yang diterima oleh pawang hujan merupakan objek PPh sehingga dapat dikenakan pajak. Selanjutnya perlu kita jabarkan yang dimaksud Subjek Pajak dalam negeri.
Subjek pajak dalam negeri adalah orang pribadi atau badan yang telah ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku di Indonesia. Dalam hal ini, profesi pawang hujan yang dijalankan perorangan merupakan Subjek Pajak dalam negeri.
Kemudian yang dimaksud dengan wajib pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Dan pawang hujan dapat dikatakan sebagai penerima penghasilan (pembayar pajak), sedangkan penyelenggara MotoGP 2022 di Indonesia adalah pemberi penghasilan yang selanjutnya disebut pemotong PPh pawang hujan tersebut.
Pemotong PPh dan Kategori Penerima Penghasilan
Setelah mengetahui definisi objek, subjek dan wajib pajak, perlu kita pahami juga bahwa Pemotong PPh diartikan sebagai wajib pajak orang pribadi atau wajib pajak badan, termasuk bentuk usaha tetap, yang mempunyai kewajiban untuk melakukan pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan orang pribadi sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan.
Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 terdapat beberapa kategori. Kategori yang sesuai dengan profesi pawang hujan adalah penerima penghasilan bukan pegawai.
Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-16/PJ/2016, yang dimaksud dengan penerima penghasilan bukan pegawai ini adalah orang pribadi selain Pegawai Tetap dan Pegawai Tidak Tetap/Tenaga Kerja Lepas yang memperoleh penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apa pun dari Pemotong PPh sebagai imbalan jasa yang dilakukan berdasarkan perintah atau permintaan dari pemberi penghasilan.
Dengan demikian pawang hujan dapat dimasukkan dalam kategori tersebut karena merupakan orang pribadi yang dipekerjakan secara lepas atau hanya dikontrak selama acara tersebut berlangsung serta tidak bersifat kesinambungan dan pastinya memperoleh penghasilan dari pemotong PPh atas jasa yang dilakukan sesuai permintaan pihak pemotong tersebut.
Dasar Pemotongan dan Perhitungan Pajak
Setelah mengenal beberapa definisi perpajakan, perlu kita ketahui juga dasar pemotongan dan perhitungan pajaknya.
Berdasarkan PER-16/PJ/2016, dasar pemotongan PPh Pasal 21 yang dilakukan atas penghasilan kategori tersebut adalah 50% dari jumlah penghasilan bruto dikurangi PTKP (penghasilan tidak kena pajak) per bulan. Pemotongan ini dituangkan dalam bukti potong yang harus dilaporkan setiap tahun sebagai pengurang pajak (kredit pajak) oleh pembayar pajak.
Jika pembayar pajak tidak memiliki NPWP, maka pemotong PPh harus melakukan pemotongan 100% lebih tinggi dari yang memiliki NPWP.
PTKP per bulan adalah sebesar :
- Rp4.500.000,00 untuk wajib pajak orang pribadi,
- Rp375.000,00 tambahan untuk wajib pajak yang sudah kawin, dan
- Rp375.000,00 tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semanda dalam garis lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak tiga orang untuk setiap keluarga.
Setelah mendapatkan bukti potong tersebut, pembayar pajak harus melaporkan penghasilannya melalui SPT Tahunan dengan menggunakan Norma Perhitungan Penghasilan Neto (sesuai PER-17/PJ/2015) apabila termasuk dalam wajib pajak orang pribadi yang melakukan pekerjaan bebas yang peredaran brutonyo dalam satu tahun kurang dari Rp4,8 miliar dan wajib menyelenggarakan pencatatan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa dasar perhitungan pajak per tahun untuk profesi pawang hujan adalah penghasilan sesuai norma yang dikurangi dengan PTKP per tahun, kemudian dikalikan tarif pajak orang pribadi. Setelah itu dikurangkan dengan kredit pajak yang telah dipotong oleh Pemotong PPh.
Penulis: Sony Priyatna, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak
*)Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
Sumber : https://pajak.go.id/id/artikel/aspek-pajak-profesi-pawang-hujan