Program pengungkapan sukarela (PPS) telah resmi berakhir pada pukul 24.00 WIB tanggal 30 Juni 2022. Dalam konfrensi pers PPS pada 1 Juli 2022, Menteri Keuangan Republik Indonesia mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam mendukung pelaksanaan PPS sehingga dapat terlaksana dengan optimal.
Sampai dengan batas akhir, PPS diikuti oleh 247.918 wajib pajak dengan rincian 82.456 surat keterangan dari kebijakan I dan 225.603 surat keterangan dari kebijakan II. wajib pajak dapat mengikuti PPS dengan dua kebijakan sekaligus. Total penerimaan negara dari PPS adalah sebesar Rp61,01 triliun dengan nilai bersih yang diungkapkan sebesar Rp594,82 triliun.
Setelah berakhirnya PPS, maka ada beberapa ketentuan yang harus diperhatikan oleh para peserta PPS.
Wanprestasi Repatriasi dan Investasi
Wajib pajak yang memilih untuk melakukan repatriasi harta luar negeri (LN) dan investasi akan mendapatkan tarif yang lebih rendah. Bagi peserta PPS yang memilih untuk melakukan repatriasi harta LN masih diberi waktu untuk melakukan repatriasi sampai dengan tanggal 30 September 2022. Peserta PPS yang wanprestasi atas repatriasi dan investasi harus menyetor PPh sebesar tarif dikalikan dengan nilai harta bersih yang diikutkan dalam PPS.
Apabila harta LN gagal dilakukan repatriasi dan hanya deklarasi luar negeri maka peserta PPS kebijakan I harus menyetor PPh secara sukarela sebesar 4% sedangkan untuk kebijakan II sebesar 5%. Dalam hal wanprestasi tersebut ditagih dengan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) maka untuk kebijakan I dikenakan tarif 5,5% sedangkan kebijakan II sebesar 6,5%.
Peserta PPS yang berkomitmen berinvestasi diberi kesempatan sampai dengan tanggal 30 September 2023. Investasi atas harta bersih PPS hanya dapat dilakukan untuk SBN/hilirisasi SDA/Renewable Energy. Dalam hal peserta PPS gagal investasi sehingga hanya repatriasi LN atau deklarasi dalam negeri (DN) maka PPh yang disetor secara sukarela untuk kebijakan I dan II adalah sebesar 3% sedangkan apabila ditagih dengan SKPKB akan dikenakan tarif 4,5%.
Untuk peserta PPS yang gagal investasi dan juga repatriasi sehingga hanya melakukan deklarasi LN pada kebijakan I memiliki kewajiban melakukan penyetoran PPh dengan tarif sebesar 6% sedangkan untuk kebijakan II sebesar 7%. Namun, apabila kewajiban PPh ditagihkan melalui surat ketetapan pajak kurang bayar, maka untuk kebijakan I dikenakan tarif 7,5% dan kebijakan II dengan tarif 8,5%.
Hak dan Kewajiban
Peserta PPS yang menggunakan pembukuan dalam menghitung kewajiban perpajakannya membuat harta bersih sebagai tambahan saldo laba ditahan. Harta dan utang yang diungkapkan dalam Surat Pemberitahuan Pengungkapan Harta (SPPH) dicatat sebagai harta dan utang baru sesuai dengan tanggal surat keterangan (SKET) sehingga harus dilaporkan sebagai harta pada SPT Tahunan PPh tahun pajak 2022.
Untuk kepentingan perpajakan, harta bersih pada SPPH tidak dapat disusutkan atau diamortisasi. Apabila peserta PPS membebankan biaya penyusutan atas harta PPS, maka peserta PPS harus melakukan koreksi fiskal positif atas biaya penyusutan tersebut.
Bagi yang melakukan investasi dan/atau repatriasi, peserta PPS memiliki kewajiban menyampaikan laporan tiap tahunnya. Laporan realisasi dilakukan secara daring melalui laman DJP. Penyampaian laporan paling lambat dilakukan pada saat berakhirnya batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh. Laporan disampaikan oleh peserta PPS yang melakukan investasi sampai dengan berakhirnya batas waktu investasi.
Harta bersih yang diikutsertakan dalam PPS (repatriasi dan deklarasi DN) memiliki ketentuan untuk tidak boleh dialihkan ke luar wilayah NKRI dalam jangka waktu lima tahun sejak tanggal diterbitkannya SKET.
Sedangkan ketentuan terkait dengan investasi, terdapat jangka waktu selama lima tahun untuk harta bersih diinvestasikan. Perubahan bentuk investasi hanya dapat dilakukan setelah minimal melakukan investasi selama dua tahun. Perpindahan antarinvestasi dapat dilakukan peserta PPS maksimal sebanyak dua kali dengan batasan maksimal satu kali dalam satu tahun kalender.
Jeda dua tahun merupakan batasan maksimal yang diberikan bagi peserta PPS dalam melakukan perpindahan antarinvestasi. Jeda itu dapat menangguhkan holding period yang dimiliki.
Meningkatkan Rasio Perpajakan
Pelaksanaan PPS bertujuan untuk memberikan rasa keadilan bagi masyarakat. Setelah berakhirnya PPS maka Direktorat Jenderal Pajak (DJP) akan meningkatkan kegiatan pengawasan dan penegakan hukum untuk meningkatkan rasio perpajakan.
Edukasi perpajakan juga tetap dilakukan dalam rangka mengubah perilaku lapor dan setor wajib pajak. Semua data yang disampaikan pada saat PPS dan data dari pihak lain (luar dan dalam negeri) akan menjadi basis data DJP. Wajib pajak diharapkan dapat melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku karena tidak akan ada lagi program pengampunan pajak setelah pelaksanaan PPS.
Oleh: Fuad Wahyudi Anthonie, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
*) Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
Sumber : https://pajak.go.id/id/artikel/bagaimana-setelah-pps-berakhir