PPS adalah pemberian kesempatan kepada Wajib Pajak untuk melaporkan/mengungkapkan kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi secara sukarela melalui pembayaran PPh berdasarkan pengungkapan harta.

Pelaporan PPS dilakukan secara online melalui akun wajib pajak di situs https://djponline.pajak.go.id/account/login dalam jangka waktu 24 (dua puluh empat) jam sehari dan 7 (tujuh) hari seminggu dengan standar Waktu Indonesia Barat (WIB).

Kriteria Wajib Pajak yang dapat memanfaatkan PPS:

  1. Kebijakan I: Wajib Pajak peserta Tax Amnesty
  2. Kebijakan II: Wajib Pajak Orang Pribadi

Waktu pelaksanaan PPS: 1 Januari 2022 sampai dengan tanggal 30 Juni 2022.

  1. Kebijakan I
    1. Tidak dikenai sanksi Pasal 18 ayat (3) UU Pengampunan Pajak (200% dari PPh yang kurang dibayar);
    2. Data/informasi yang bersumber dari SPPH dan lampirannya yang diadministrasikan oleh Kemenkeu atau pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan dengan UU HPP tidak dapat dijadikan sebagai dasar penyelidikan, penyidikan, dan/atau penuntutan pidana terhadap WP.
  2. Kebijakan II
    1. Tidak diterbitkan ketetapan untuk kewajiban 2016-2020, kecuali ditemukan harta kurang diungkap;
    2. Data/informasi yang bersumber dari SPPH dan lampirannya yang diadministrasikan oleh Kemenkeu atau pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan dengan UU HPP tidak dapat dijadikan sebagai dasar penyelidikan, penyidikan, dan/atau penuntutan pidana terhadap WP.
  1. Kebijakan I
    1. Wajib Pajak dapat mengungkapkan harta bersih yang belum atau kurang diungkapkan dalam surat pernyataan sepanjang Direktur Jenderal Pajak belum menemukan data dan/atau informasi mengenai harta dimaksud.
    2. Harta sebagaimana dimaksud merupakan harta yang diperoleh Wajib Pajak sejak tanggal 1 Januari 1985 sampai dengan tanggal 31 Desember 2015.
  2. Kebijakan II
    1. Wajib Pajak Orang Pribadi yang mengungkapkan harta bersih atas perolehan aset sejak tanggal 1 Januari 2016 sampai dengan tanggal 31 Desember 2020 dapat menyampaikan surat pemberitahuan pengungkapan harta dengan memenuhi persyaratan sebagai berikut:
      1. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak;
      2. membayar Pajak Penghasilan yang bersifat final atas pengungkapan harta bersih;
      3. menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak 2020; dan
      4. mencabut permohonan:
        • pengembalian kelebihan pembayaran pajak;
        • pengurangan atau penghapusan sanksi administratif;
        • pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar;
        • pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan Pajak yang tidak benar;
        • keberatan;
        • pembetulan;
        • banding;
        • gugatan; dan/atau
        • peninjauan kembali,

dalam hal Wajib Pajak sedang mengajukan permohonan tersebut dan belum diterbitkan surat keputusan atau putusan.

    1. Selain persyaratan tersebut di atas, Wajib Pajak Orang Pribadi yang mengungkapkan harta bersih atas perolehan aset sejak tanggal 1 Januari 2016 sampai dengan tanggal 31 Desember 2020 harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
      1. tidak sedang dilakukan pemeriksaan, untuk Tahun Pajak 2016, Tahun Pajak 2017, Tahun Pajak 20I8, Tahun Pajak 2019, dan/atau Tahun Pajak 2020;
      2. tidak sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan, untuk Tahun Pajak 2016, Tahun Pajak 2017, Tahun Pajak 2018, Tahun Pajak 2019, dan/atau Tahun Pajak 2020;
      3. tidak sedang dilakukan penyidikan atas tindak pidana di bidang perpajakan;
      4. tidak sedang berada dalam proses peradilan atas tindak pidana di bidang perpajakan; dan/atau
      5. tidak sedang menjalani hukuman pidana atas tindak pidana di bidang perpajakan.
  1. Kebijakan I
    1. 11% untuk deklarasi Luar Negeri;
    2. 8% untuk aset Luar Negeri repatriasi dan aset Dalam Negeri;
    3. 6% untuk aset Luar Negeri repatriasi dan aset Dalam Negeri, yang diinvestasikan dalam Surat Berharga Negara (SBN)/kegiatan usaha sektor pengolahan sumber daya alam (hilirisasi)/sektor energi terbarukan (renewable energy) di Wilayah NKRI.
  2. Kebijakan II
  1. 18% untuk deklarasi Luar Negeri;
  2. 14% untuk aset Luar Negeri repatriasi dan aset Dalam Negeri;
  3. 12% untuk aset Luar Negeri repatriasi dan aset Dalam Negeri, yang diinvestasikan dalam Surat Berharga Negara (SBN)/kegiatan usaha sektor pengolahan sumber daya alam (hilirisasi)/sektor energi terbarukan (renewable energy) di Wilayah NKRI.

Sumber : https://pajak.go.id/pps