Pengertian Peredaran Bruto
Pengertian peredaran bruto Wajib Pajak Badan berdasarkan ketentuan perpajakan dan perundang-undangan pajak terbagi menjadi dua, yaiu:
- Peredaran Bruto berdasarkan Pasal 17 dan 31E UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan
- Peredaran Bruto berdasarkan PP No. 23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto tertentu
PP 23/2018 ini diperuntukkan bagi Wajib Pajak Badan tertentu, dalam hal ini memiliki peredaran bruto tidak lebih dari Rp4,8 miliar setahun. Tarif pada PP 23/2018 ini merupakan tarif PPh Final sebesar 0,5% yang diperuntukkan bagi para UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah).
Namun Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memberikan keringanan terhadap WP Badan yang peredaran brutonya lebih dari Rp4,8 miliar tetap dapat menikmati fasilitas tarif PPh pada PP 23/2018 ini dengan masa berlaku terbatas.
a. Peredaran Bruto Wajib Pajak Badan Berdasarkan UU 36/2008
Berdasarkan UU 23/2008, Peredaran Bruto adalah semua penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh dari kegiatan usaha sebelum dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, baik yang berasal dari Indonesia maupun luar Indonesia.
Pendapatan tersebut meliputi:
- Penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan Final
- Penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan Tidak Bersifat Final
- Penghasilan yang dikecualikan dari objek pajak penghasilan
Peredaran Bruto berdasarkan Pasal 17 dan 31E UU No. 36 Tahun 2008 digunakan untuk menghitung besarnya PPh Badan yang terutang bagi Wajib Pajak Badan yang tidak termasuk dalam Kriteria PP 23/2018.
Contoh,
PT ABC merupakan WP Badan Perseroan Terbatas (PT) memiliki peredaran usaha bruto Tahun Pajak 2022 sebesar Rp8.000.000.000. Ini tergolong UKM.
Seperti penjelasan di atas, artinya PT ABC ini tidak termasuk yang dapat menggunakan PPh Final PP 23/2018. Maka, untuk SPT Tahunan PPh Badan Tahun 2023, pajak penghasilan dihitung berdasarkan Pasal 17 dan 31E UU 36/2008.
b. Peredaran Bruto Wajib Pajak Badan Berdasarkan PP 23/2018
Berdasarkan PP 23/2018, Peredaran Bruto adalah dalah penghasilan atau omset atau penghasilan bruto dari usaha, tidak termasuk:
- Penghasilan dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas (khusus untuk WP Badan berbentuk CV atau firma yang dibentuk oleh beberapa WP Orang Pribadi yang memiliki keahlian khusus menyerahkan jasa sejenis dengan jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas).
- Penghasilan selain dari usaha atau penghasilan luar usaha/penghasilan lain-lain.
- Penghasilan dari usaha yang dikenai PPh yang bersifat final berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan bidang perpajakan.
- Penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri.
- Penghasilan yang dikecualikan sebagai objek pajak penghasilan yang bukan objek pajak penghasilan.
Peredaran Bruto berpegang pada PP 23/2018 ini digunakan untuk perhitungan PPh Badan, yang detailnya sebagai berikut:
- Peredaran Bruto dengan pengertian tersebut digunakan untuk melihat apakah Peredaran Bruto berjumlah tidak melebihi Rp4.800.000.000
- Jika Peredaran Bruto Tahun Pajak berjalan berjumlah tidak melebihi Rp4.800.000.000, maka perhitungan PPh Pasal 25 untuk masa pajak Januari-Desember Tahun berikutnya dihitung sebagai PPh Pasal 4 ayat (2) yakni sebesar 0,5 % dari Peredaran Bruto tersebut dengan Kode Jenis Setoran (KJS) Pajak 411128-420 (PPh Pasal 4 ayat 2).
- Jika Peredaran Bruto Tahun Pajak berjalan berjumlah melebihi Rp4.800.000.000, maka perhitungan PPh Badan untuk Tahun berikutnya mengacu pada Pasal 17 dan 31E UU 36/2008.